"Jadi sudah kami sampaikan juga, rumah subsidi itu dikerjakan rata-rata 5 orang, jadi kalau 350 ribu itu, artinya 5 x 350 ribu, ada sekitar 1.650.000 orang yang bekerja. Nah itu efeknya besar," ujarnya.
Ara menambahkan, pembangunan perumahan juga menggerakkan sektor ekonomi lainnya, mulai dari ibu-ibu yang membuka warung di sekitar proyek, pedagang pasar, hingga toko material bangunan yang menyediakan kebutuhan seperti semen, pasir, kaca, keramik, dan cat.
"Tentu itu tidak ada rumah subsidi yang tidak ada, ibu-ibu yang jualan warungnya. Ibu-ibu pasti buat buruhnya, tenaga kerjanya, tukangnya, beli beras, beli telur, beli tahu tempe, dari pasar itu menggerakkan ekonomi, apakah dari peternak maupun petani," kata Ara.
"Kemudian rumah subsidi juga proyeknya, pasti itu ada truk yang membawa barang dari toko material. Karena tidak mungkin tiba-tiba datang, toko material juga berisi barang industri, ada semen, ada pasir, ada kaca, ada keramik, ada cat, ada segala macam. Itu menggerakkan ekonomi," tuturnya.
Ara menjelaskan, kebijakan pemerintah di sektor perumahan berjalan dalam dua arah utama. Pertama, intervensi negara untuk rakyat yang belum punya rumah melalui program rumah subsidi. Kedua, bantuan bagi masyarakat yang sudah memiliki rumah tapi tidak layak huni melalui program BSPS.