sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani Beberkan Ngerinya Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia

Economics editor Michelle Natalia
12/07/2023 17:33 WIB
Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak mudah dan murah.
Sri Mulyani beberkan ngerinya dampak perubahan iklim bagi Indonesia
Sri Mulyani beberkan ngerinya dampak perubahan iklim bagi Indonesia

IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan mengerikannya dampak perubahan iklim bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurutnya, Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi dampak yang tidak mudah dan murah.

Data BMKG menunjukkan hampir 40 tahun terakhir, sejak 1981 hingga 2018, Indonesia mengalami kenaikan suhu sebesar 0,03 derajat centigrade celcius per tahun. Permukaan air juga meningkat 0,8 hingga 1,2 centimeter (cm) per tahun. 

"Kelihatannya memang kecil, tetapi kalau 40 tahun ya berarti 40 cm atau menjadi setengah meter. Dan itu sangat bermasalah karena 65 persen dari masyarakat Indonesia hidupnya di wilayah pesisir," kata dia dalam Indonesia EBTKE ConEx ke-11 secara virtual di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Dia mengaku, sering mendapatkan banyak kabar mengenai dampak dari perubahan iklim yang mulai dirasakan saat melakukan perjalanan dinas ke luar kota, salah satunya Semarang.

"Keluar sedikit ke Demak, di situ selalu keluhannya tanahnya sudah hilang ditelan laut karena rob. Jadi, Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi implikasi yang tidak mudah dan tidak murah akibat perubahan iklim," tuturnya.

"Emisi gas rumah kaca Indonesia juga cenderung mengalami kenaikan. Setiap tahun menambah 4,3% per tahun, dihitung sejak 2010," imbuh dia.

Sri Mulyani menyadari bahwa perubahan iklim memiliki imbas yang merusak, namun di sisi lain, Indonesia sebagai negara masih harus membangun. Pembangunan itu identik dengan naiknya konsumsi energi. 

"Karena kalau orang membangun, makin sejahtera, yang tadinya tidak punya rumah, bisa punya rumah. Yang tadinya konsumsi listriknya hanya 450 VA menjadi 1.200 VA atau bahkan 2.000 VA, dan kalau itu dilipat gandakan dengan jumlah rumah tangga 78 juta, maka itu akan menjadi jumlah yang sangat besar," ujar dia.

"Sehingga, permintaan energi akan terus meningkat. Dan oleh karena itu, respons dari sisi suplai energi harus dilakukan. Kontradiksinya adalah bagaimana kita bisa melanjutkan memuaskan permintaan yang terus tumbuh dengan suplai energi yang tidak memperburuk gas rumah kaca yang setiap tahunnya sudah meningkat 4,3%?" sambung Sri Mulyani. 

Menurutnya, masalah ini di kemudian menjadi tantangan, bukan hanya bagi pemerintah, tetapi pelaku industri dan masyarakat secara bersama-sama.

"Kalau perubahan iklim dibiarkan, bukan berarti kemudian tidak ada konsekuensinya, (karena) 80% dari bencana alam di Indonesia sekarang berhubungan dengan hidrometeorologi. Dan itu telah menimbulkan kerugian ekonomi yang diperkirakan nilainya bisa mencapai 0,66% hingga 3,45% dari PDB pada tahun 2030," katanya.

Dia mencontohkan, kalau PDB Indonesia sekarang Rp20 ribu triliun, dan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi terjaga di 5% atau bahkan ingin diakselerasi ke 6-7% dan pendapatan per kapita naik menjadi 10 ribu dikalikan jumlah penduduk, Indonesia akan mungkin memiliki PDB bisa mencapai 2 kali lipat dalam kurun waktu kurang dari 7 tahun. 

"Sekarang sudah 2023, dua kali lipat katakanlah Rp40 ribu triliun, kemudian dikalikan 3,45% dari PDB, itu berapa? Itu adalah kerugian, jadi secara pasti kita akan menghadapi potensi kerusakan dan kerugian yang sangat signifikan," ucapnya. (RNA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement