Lebih lanjut Sri menjelaskan bahwa pada tahun 2022 dunia akan diproyeksikan mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat. Hal ini didukung dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen ke 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023.
“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF, tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen,” jelasnya.
Sementara itu, Sri menyampaikan juga arahan Presiden terkait defisit APBN Tahun 2023 harus di bawah 3 persen untuk menjaga sisi sustainabilitasnya. Untuk itu dari sisi belanja negara, Sri menyebut akan tetap mendukung berbagai prioritas nasional yakni pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas utama, kemudian pembangunan infrastruktur termasuk Ibu Kota Nusantara, serta penyelenggaraan Pemilu.
“Kita akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional dan juga dari sisi pembiayaan seperti akumulasi dari Dana Abadi Pendidikan yang akan terus dikelola sebagai juga warisan untuk generasi yang akan datang, maupun sebagai mekanisme untuk shock absorber,” ungkap Sri.
Selanjutnya dari sisi pendapatan negara, Sri mengatakan yang menjadi perhatian yaitu penerimaan pajak dari komoditas yang sangat tinggi mungkin tidak akan terulang pada tahun depan.
"Demikian halnya dengan penerimaan bea cukai," tutup Sri Mulyani. (RRD)