IDXChannel - Vaksinasi ketiga atau booster tidak membuat seseorang kebal terhadap covid-19 artinya, walau sudah booster masih tetap bisa terinfeksi covid.
Menurut Prof Tonny, Guru Besar Departemen Patologi Klinik Univ. Kristen Krida Wacana seseorang tetap akan terinfeksi walaupun sudah divaskinasi.
Sebagaimana itu didasari 3 hal yaitu agent, host dan enviroment. 3 unsur yang menentukan seseorang bisa terinfeksi atau terinfeksi kembali, meski sudah divaksin Covid-19.
"Jadi kalau kita kembali pada prinsip dasar penyakit infeksi itu ada 3 komponen yang berpengaruh yaitu agent (penyebab pwnulara ya itu virus), kedua host (manusia) sebagai yang terinfeksi dan ketiga (environment) atau lingkungan, ketiga ini sangat berpengaruh, meskipun sudah divaksin," ujar Prof.Dr.dr Tonny Logo, DMM, Sp. PK(K), Guru Besar Departemen Patologi Klinik Univ. Kristen Krida Wacana atau Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, dalam Talkshow Perkembangan Gejala Subvarian BA.5 di Kanan YouTube BNPB Indonesia, Senin (29/8/2022)
"Kalau misalnya contoh dia ada di kerumunan orang atau makan bersama atau berinteraksi disitulah ada (kesempatan tertular) bila ada yang positif," jelasnya
Dalam kesempatan yang sama ia juga mengatakan jumlah pemeriksaan testing Covid-19 meningkat, yang 60% hasilnya positif dalam sehari. Jumlah cukup signifikan, bila dibandingkan saat subvarian sebelum BA.5, yang melakukan PCR hasil positif hanya 10-20%, dikatakan Prof Tonny,
"Tetapi setelah ada varian baru ini pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit pun meningkat. Kurang lebih biasa mencapai 100 orang dalam sehari kurang lebih, positif 50 sampai 60% itu dari pemeriksaan sehari-hari," ucap Prof Tonny
Mengingat sifat dari subvarian BA.5 yang merupakan Omicron ini lebih mudah menginfeksi atau menular. Yang mana omicron muncul pertama kali di Afrika dan dalam waktu satu bulan langsung menyebar ke seluruh dunia.
"Datanya sudah membuktikan bahwa omicron lebih cepat, waktu pertama kali ditemukan di Afrika tidak lama dalam waktu sebulan sudah menyebar ke seluruh dunia. Hal ini beda dengan varian delta yang ditemukan awal 2021," sambung dr. Prasenohadi, PhD, SpP(K), KIC Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI dan RSUP Persahabatan. (RRD)