3. Politik
Pasca terpilihnya Gotabaya Rajapaksa menjadi presiden Sri Lanka pada 2019 lalu, kebijakan politik yang dijanjikannya selama masa kampanye adalah pengurangan pajak. Janji politiknya ini berhasil membuatnya memenangkan hati rakyat Sri Lanka dengan perolehan suara hingga 52 persen.
Sayangnya, kebijakan ini justru menjadi salah satu faktor kebangkrutan Sri Lanka. Pengurangan pajak yang dilakukan pemerintahan Gotabaya Rajapaksa justru mengakibatkan pendapatan negara berkurang. Pemasukan yang sedikit dan utang yang besar semakin membuat para investor juga menarik diri dari Sri Lanka.
Tak hanya pengurangan pajak, kebijakan paling berpengaruh terhadap kebangrutan Sri Lanka lainnya yakni pelarangan penggunaan pupuk kimia. Alasan pemerintah melakukan pelarangan ini adalah untuk kesehatan. Namun, sebenarnya pelarangan penggunaan pupuk kimia ini adalah untuk menghentikan impor pupuk kimia dan menghemat devisa negara.
Akan tetapi, dengan tidak menggunakan pupuk kimia, produksi pertanian nasional Sri Lanka mengalami penurunan. Produksi beras turun hingga 50% hingga mengakibatkan kelangkaan pangan. Gotabaya Rajapaksa mengambil kebijakan lain untuk mengatasi hal ini dengan melakukan impor beras yang membuat harga beras meningkat tajam hingga 93%.
Itulah beberapa faktor kebangkrutan Sri Lanka yang berhasil dirangkum IDXChannel dari berbagai sumber. Krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka hanya menyisakan kas negara sebanyak USD1,94 miliar, sementara utang yang harus dibayarkan sebanyak USD51 miliar.