IDXChannel – Ada sejumlah faktor kebangkrutan Sri Lanka yang menyebabkan negara ini dilanda krisis saat ini. Seperti diketahui, Sri Lanka telah mendeklarasikan kebangkrutan pada 12 April 2022 kemarin. Kebangkrutan ini disebabkan lantaran pemerintah Sri Lanka gagal dalam membayar utang luar negeri yang berjumlah USD51 miliar (Rp732 triliun).
Besarnya jumlah utang luar negeri dan berbagai kebijakan yang dinilai semakin menyulitkan rakyat membuat rakyat Sri Lanka turun ke jalan dan mendesak Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur dari jabatannya.
Apa saja faktor kebangkrutan Sri Lanka? IDXChannel merangkumnya beberapa diantaranya sebagai berikut.
Faktor Kebangkrutan Sri Lanka
Krisis yang melanda Sri Lanka bermula pada akhir Maret 2022. Ratusan pendemo menyerbu rumah Presiden Gotabaya Rajapaksa dan menuntut pengunduran dirinya. Situasi kemudian terus berubah dimana Sri Lanka menyatakan kebangkrutan dan pemerintah sempat menerapkan darurat nasional. Krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka ini juga menyebabkan inflasi naik. Harga pangan naik hingga 30% dan sebanyak 500.000 rakyat Sri Lanka jatuh dalam kemiskinan.
Salah satu guru besar Tata Institute of Social Sciences, R Ramakumar, dalam tulisannya yang diterbitkan Channel News Asia, menjelaskan bahwa kebijakan pinjaman China menjadi penyebab utama situasi ekonomi yang mengerikan di Sri Lanka. Meski demikian, ada sejumlah faktor yang menyebabkan Sri Lanka mengalami kebangkrutan dan dilanda krisis. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 memang mengakibatkan pergolakan ekonomi di seluruh dunia, tak terkecuali Sri Lanka. Sektor pariwisata Sri Lanka sangat terdampak dengan adanya pandemi ini. Negara ini memang mengandalkan sektor pariwisata yang menyumbang sebanyak 13% dari pendapatan nasional. Namun, selama pandemi, pariwisata Sri Lanka mengalami penurunan signifikan. Di tahun 2019, ada sebanyak 2,3 juta turis. Namun, di tahun 2020, jumlah ini menurun drastis dan hanya sekitar 173 ribu turis yang datang ke Sri Lanka.
2. Kebijakan
Melansir dari laporan Associated Press, Selasa (19/4), Presiden Gotabaya Rajapaksa mengakui bahwa krisis yang terjadi saat ini akibat kesalahannya dalam mengambil setiap keputusan yang disampaikannya di depan 17 menteri kabinet baru. Krisis ekonomi ini tentu tidak terjadi hanya dalam waktu yang singkat. Berbagai kebijakan pengaturan ekonomi negara ini menjadi faktor utama yang menyebabkan ekonomi Sri Lanka mengalami kekacauan.
Kebijakan yang paling menjadi faktor kebangkrutan Sri Lanka adalah kebijakan ekspor dan impor. Negara ini lebih banyak melakukan impor dibanding ekspor. Langkah Sri Lanka mengenai impor dan ekspor ini menyebabkan defisit di dua hal yaitu trade deficit dan budget deficit. Bahkan, rasio Debt to GDP Sri Lanka mencapai angka 111% yang berarti bahwa utang negara ini lebih banyak dibanding pendapatannya.