IDXChannel—Kisah pengusaha sukses dari nol dapat memotivasi untuk terus maju. Seperti Hilmy Firdaus, anak desa yang pantang menyerah mendirikan digital creative agency dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.
Hilmy Firdaus mendirikan agensi digital yang menawarkan jasa pembuatan website, desain grafis, produksi konten, dan optimasi halaman di mesin pencarian. Agensi yang diberi nama Ezy ini didirikannya dengan modal Rp500.000 dan telah beroperasi lima tahun.
Sebelum akhirnya sukses mendirikan agensi digital, Hilmy beberapa kali mengalami kegagalan. Hilmy yang memiliki background pendidikan Bahasa Inggris ini pernah mengajar selama beberapa tahun.
“Ikutan PPPK gagal, ikutan PNS juga gagal. Ikut program pendamping desa (PKH) juga gagal. Mungkin saya memang nggak cocok dengan pekerjaan seperti, mungkin memang amanatnya adalah mengembangkan Ezy,” tutur Hilmy dalam kanal YouTube Naik Kelas.
Karena memiliki hobi desain, dia melamar kerja di Jakarta sebagai motion graphic designer. Namun Hilmy hanya bekerja selama enam bulan di sana. Dia beralih lagi menjadi advertiser di Bandung, di sebuah agensi website.
Dari situlah Hilmy terinspirasi untuk memulai usahanya sendiri perlahan-lahan. Berbekal ilmu desain yang dimilikinya, Hilmy mendirikan agensi digital sederhana di desanya. Klien yang diterimanya adalah pelaku usaha yang memerlukan optimasi digital.
“Karena saya nggak punya uang. Modal saya itu hanya skill. Waktu itu saya beli domain Rp350.000, dan Rp150.000 untuk beli hosting. Jadi modal uang untuk bangun Ezy itu Rp500.000,” lanjutnya.
Modal dana yang dikeluarkannya memang murah, hanya Rp500.000 saja. Namun modal ilmu yang dimiliki Hilmy adalah buah hasil pembelajaran bertahun-tahun yang memakan waktu, tenaga, uji coba, dan pengalaman hingga layak dijadikan sebagai nilai jual sebuah bisnis digital.
Ezy didirikannya saat istrinya masih mengandung. Saat itu, kondisi finansial masih terpuruk. Dia berada di titik terendah, di mana dia tidak mampu membeli cireng untuk istrinya yang tengah ngidam.
Agensi sederhana itu didirikannya di garasi rumahnya, dengan komputer-komputer sederhana. Saat hujan, dia dan timnya harus meminggirkan semua perangkat elektronik agar tidak rusak.
Perlahan-lahan usaha itu berkembang. Ezy makin sering menerima klien besar. Tak tanggung-tanggung, brand besar semacam Toyota, BMW, Honda, Mercedes-Benz, dan sebagainya.
Hilmy dan timnya paling banyak dan cukup sering menerima klien dari Bali. Omzet per bulannya bisa mencapai Rp100 jutaan, namun Ezy pernah mendapatkan nilai kontrak tertinggi mencapai Rp1 miliar.
Ezy juga pernah menerima klien dari luar negeri, misalnya China dan Pakistan. Meskipun tinggal di desa, namun pemikiran harus global, begitu prinsip Hilmy. Kerjaan di desa, gaji kota besar.
Saat merintis Ezy, tentu saja Hilmy pernah ditolak. Dia pernah ditolak klien hanya karena laptop yang digunakannya merek jadul, padahal Hilmy dan timnya mampu mengerjakan tugas yang diminta. Dari situlah, Hilmy membekali timnya dengan laptop-laptop terbaik.
Dalam berbisnis, Hilmy memegang prinsip ‘There is no free lunch' atau 'Tidak ada makan siang gratis.' Ada harga yang harus dibayar untuk mengejar kesuksesan. Entah dari segi tenaga yang terkuras hingga sakit, waktu bersama keluarga yang berkurang, dan jam tidur yang berkurang drastis.
“Kalau kita ambil keputusan yang mudah, kita akan mengalami kehidupan yang sulit. Namun kalau kita ambil keputusan yang sulit, kita berpeluang mengalami kehidupan yang mudah,”
Bermalas-malasan dan tidak produktif adalah keputusan mudah, namun hasilnya tidak akan baik bagi kehidupan di masa depan. Begadang demi belajar dan upgrade skill serta mencari peluang adalah keputusan yang sulit dan tidak enak, namun dapat membuka peluang untuk kehidupan yang mudah di masa mendatang.
Itulah kisah sukses pengusaha dari nol di desa, Hilmy Firdaus, yang mendirikan agensi digital dan menghasilkan omzet ratusan juta per bulan.
(Nadya Kurnia)