IDXChannel – Kisah sukses Melanie Perkins sang CEO Canva yang kini menjadi salah satu orang terkaya di Australia menarik untuk dikulik. Ia merupakan pendiri Canva, salah satu aplikasi populer di Android dan iOS.
Platform ini menawarkan berbagai kemudahan dalam desain yang bisa diakses secara gratis. Siapa sangka, platform favorit jutaan orang ini dibangun oleh sosok entrepreneur muda yang cantik dan inspiratif.
Seperti apa jatuh bangun Melanie membangun Canva dan bisnisnya? Yuk, kulik dalam ulasan IDXChannel mengenai kisah sukses Melanie Perkins berikut ini!
Kisah Sukses Melanie Perkins
Bukan hal mudah bagi Melanie Perkins untuk mencapai posisinya saat ini. Meski baru 10 tahun, Melanie telah berhasil membawa Canva hingga bernilai USD55 miliar atau sekitar Rp823 triliun. Nilai ini setara dengan perusahaan terbesar di Australia seperti Telstra.
The Australian bahkan memasukan wanita muda yang baru berusia 34 tahun ini dan sang suami ke dalam daftar 10 orang terkaya di Australia dengan kekayaan pasangan mencapai USD15,89 miliar atau sekitar Rp277 triliun. Sementara itu, Forbes melaporkan total kekayaan Melanie Perkins sendiri mencapai USD6,5 miliar atau setara dengan Rp97,3 trilun. Tak heran, kisah sukses Melanie Perkins menginspirasi banyak orang.
Jatuh Bangun Membangun Canva
Melanie terinspirasi untuk membuat sebuah platform desain setelah dirinya kesulitan ketika harus menggunakan software desain. Menurut Perkins, kebanyakan software desain yang ada memiliki fitur yang kurang ramah bagi pengguna pemula seperti dirinya. Rupanya, kesulitan itu juga dirasakan oleh teman-temannya di kampus. Perkins pun akhirnya melihat sebuah peluang besar untuk menciptakan sebuah platform yang menyediakan jasa desain gratis dan ramah bagi penggunanya, khususnya pengguna pemula.
Ia dan sang kekasih (yang kini menjadi suaminya), Cliff Obrecht pun membangun sebuah platform desain buku tahunan, Fusion Yearbooks. Platform ini pun mempunyai banyak template desain dengan fitur drag-and-drop.
Bisnis pertama ini dibangunnya pada 2007 di ruang tamu rumahnya. Tak disangka, Fusion Yearbooks semakin banyak diminati pengguna dari kalangan pelajar dan mahasiswa, terutama mereka yang tengah merancang buku tahunan. Fusion Yearbooks ini berkembang menjadi salah satu perusahaan penerbitan yang cukup populer di Australia.
Seiring banyaknya pengguna dan berbagai permintaannya, Perkins pun merasa membutuhkan modal yang lebih besar agar membuat bisnis ini tetap berjalan. Ia pun mulai mencari investor untuk membesarkan bisnisnya. Ia bahkan harus pindah ke San Fransisco untuk mengajukan proposal bisnis kepada calon-calon investor yang mau menanamkan modal di perusahaannya. Tiga bulan berlalu ia berusaha menawarkan proposal bisnisnya. Sayangnya, lebih dari 100 investor menolak ide platform desain yang disodorkannya.
Meski telah ditolak ratusan kali, Melanie Perkins tak pernah sekalipun menyerah. Ia terus memperbaiki konsep bisnisnya berdasarkan kritik dan saran yang diberikan calon investor sebelumnya. Perkins terus bekerja keras hingga usahanya pun membuahkan hasil. Pada 2012, Perkins berhasil mendapatkan pendanaan pertama dari investor. Ia mampu mengumpulkan total pendanaan senilai USD3,6 juta dari Matrix Partners, Interwest Partners dan startup lainnya. Modal inilah yang membuat Perkins berhasil mendirikan platform desain Canva dan memajukkan Fusion Yearbooks.