"Nanti saya bikin apa, enggak lama sudah ada yang niru. Bikin pusing karena perang harga, mereka jual lebih murah dari harga saya," tutur Muntasor.
Muntasor dan Nur banyak belajar dari bisnis tas ini. Ada masanya Munstasor dan Nur mengedepankan kualitas produk, namun saat itu, pola konsumsi konsumen saat itu lebih terorientasi pada harga. Sehingga, mereka kalah saing dengan pedagang lain. Sebab pedagang lain tidak begitu mementingkan kualitas, namun berani menjual dengan harga murah.
"Waktu itu ada online shop yang laku terjual 10.000 tas sehari, sementara saya hanya bisa jual 2.000 tas per bulan. Orang enggak lihat kualitas, yang penting murah. Sementara saya ngejar pembenahan kualitas," katanya.
Akibatnya, usaha tasnya saat itu mulai sepi hingga Muntasor dan istrinya vakum berdagang. Ketika itu, Muntasor memanfaatkan waktu untuk belajar tentang produksi tas. Selama enam bulan, ia bolak-balik ke konveksi untuk belajar membuat tas.
Ketika permintaan pasar mulai meningkat, mereka memutuskan untuk mengontrak agar bisa berjualan tas setiap hari. Selain menjual tas tanpa brand, mereka juga memproduksi tas dengan merek Moonzaya dengan produk pertama mereka yang dinamakan Wiwit dan Tresna.