Saat krisis moneter mulai melanda Indonesia, IHSG morat-marit. Setidaknya 63 persen investor harus merugi di pasar modal. Pak Lo pun termasuk di antaranya, saat itu asetnya tersisa hanya 15 persen.
Namun Lo Kheng Hong tidak hengkang dari bursa saham. Dia justru memilih-milih saham undervalue yang potensial, dia memilih PT United Tractors Tbk (UNTR). Saat itu UNTR anjlok bukan karena kinerja yang buruk, namun karena dampak nilai tukar yang melambung.
Pak Lo membeli enam juta lembat UNTR pada harga Rp250 per saham dengan semua modalnya yang tersisa. Dia telah meneliti kelayakan UNTR diinvestasikan. Menurutnya, UNTR saat itu undervalue karena tekanan krismon.
Padahal pada tahun itu, UNTR sudah mampu mencatatkan pendapatan hingga triliunan rupiah. Namun karena nilai tukar sangat lemah, UNTR terpaksa merugi (kurs). Lo Kheng Hong yakin jika perekonomian pulih, saham UNTR pun akan membaik.
Benar saja, 6-8 tahun kemudian, harga UNTR melonjak dengan harga rata-rata Rp15.000 per lembar. Pak Lo mendapatkan keuntungan ribuan persen dari investasinya. Kabarnya, dia mendapatkan capital gain hingga Rp90 miliar dari UNTR.