IDXChannel - Perang Israel-Hamas kembali pecah pada akhir pekan lalu. Ini turut membuat investor khawatir kondisi geopolitik global akan berpengaruh terhadap harga energi.
Mengutip Sindonews (9/10/2023), data terbaru korban jiwa dalam konflik tersebut mencapai lebih dari 1.100 jiwa di pihak Israel dan Palestina.
Di Israel, jumlah korban tewas melebihi 700 orang, termasuk 260 peserta festival musik yang tewas di Israel selatan. Jumlah warga Israel yang terluka adalah 2.382 orang. Jumlah tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang tewas sebanyak 73 orang.
Hingga saat ini, situasi di wilayah tersebut masih sangat memanas. Imbas pecahnya perang ini juga menyebabkan komoditas sensitif perang, yakni minyak langsung meroket.
Melansir dari Reuters, minyak mentah Brent naik USD4,18, atau 4,94 persen, menjadi USD88,76 per barel pada Senin (9/10) pukul 8.20 WIB, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di USD87,02 per barel, naik USD4,23, atau naik 5,11 persen.
Minyak mentah berjangka WTI melonjak lebih dari 3 persen menjadi di atas USD85 per barel pada penutupan perdagangan Senin. Kenaikan ini juga menutup beberapa kerugian dari minggu lalu setelah serangan Hamas terhadap Israel.
Meskipun kekerasan masih terkendali di wilayah tersebut untuk saat ini, para analis khawatir bahwa ketegangan geopolitik dapat meningkat secara global di tengah laporan bahwa Iran terlibat dalam perencanaan serangan tersebut.
Tak hanya minyak, emas melonjak 1 persen menjadi sekitar USD1.850 per ounce pada hari ini. Kenaikan emas juga memperpanjang kenaikan dari sesi sebelumnya seiring berlanjutnya konflik Israel-Hamas hingga hari ketiga.
Pada perdagangan Selasa (10/10), harga minyak masih berada di kisaran USD88 per barel untuk Brent dan USD86 per barel untuk WTI.
Hubungan Krisis Energi dan Perang
Sejarah telah mencatat peristiwa perang lekat dengan bergolaknya harga energi dunia. Kondisi yang sama terjadi pada peristiwa penyerangan Russia ke Ukraina pada tahun lalu.
Harga minyak WTI tembus ke level USD110,18 per barel atau naik 6,5 pada periode Maret hingga Juni tahun lalu. Kenaikan harga juga terjadi pada minyak brent yang tembus di atas USD110 per barel. Minyak brent dan WTI berada di titik tertinggi sejak 2014. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sejak periode tersebut, kenaikan harga minyak memicu meroketnya harga komoditas energi lainnya seperti gas alam dan batu bara.
Invasi Rusia ke Ukraina membuat harga gas alam terkerek di awal 2022. Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2021, harga gas alam naik 27,21 persen hingga 3 Maret 2022. Kika dibandingkan dengan posisi 8 Maret 2021, harga gas alam kala itu juga melonjak 78,12 persen.
Tak hanya gas alam, harga batu bara juga telah melonjak pada periode tersebut. Sepanjang Februari 2022, harga batu bara sudah menguat sebesar 38,22 persen secara month to month. Memasuki Maret, harga batu bara kembali membara dengan menyentuh level USD446 per ton. Bahkan, jika dihitung secara year to date (ytd) kala itu, harga batu bara meroket hingga 233,83 persen.
Jika menengok sejarah, krisis minyak tahun 1973-1974 yang menimbulkan dampak secara langsung, tidak hanya bagi negara-negara industri tetapi juga bagi perekonomian dunia.
Krisis minyak 1973 terjadi pada 15 Oktober 1973 hingga 1975 buntut dari upaya OPEC menaikkan harga minyak dan terjadinya Perang Vietnam. Kondisi ini sempat menyebabkan terjadinya stagflasi di Amerika Serikat.
Krisis minyak 1973 ditandai kenaikan harga minyak lebih dari 300 persen. Pada periode tersebut, di AS, pemandangan orang antre di pompa bensin, menghiasi halaman berbagai surat kabar dan memicu kepanikan.