sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Balada Kenaikan Cukai dan Outlook Emiten Rokok di 2024

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
12/01/2024 07:30 WIB
Pemerintah kembali menggenjot penerapan aturan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).
Balada Kenaikan Cukai dan Outlook Emiten Rokok di 2024. (Foto: MNC Media)
Balada Kenaikan Cukai dan Outlook Emiten Rokok di 2024. (Foto: MNC Media)

Pemain Industri Tembakau RI

Kenaikan tarif CHT sebesar 10 persen ini nantinya akan berpengaruh pada semakin mahalnya harga rokok di pasaran. Bak pisau bermata dua, rokok menjadi bumerang kesehatan bagi masyarakat, namun, pangsa pasar rokok di Indonesia cukup besar.

Sebenarnya tak hanya pada CHT, Presiden Jokowi juga meminta untuk menaikkan tarif cukai pada rokok elektrik dan produk hasil tembakau lainnya (HPTL).

Berbeda dari CHT, kenaikan cukai rokok elektronik ditetapkan sebesar 15 persen, dan 6 persen untuk HTPL, dan kenaikan ini akan terus berlaku setiap tahunnya selama 5 tahun ke depan.

Tak afdol membahas cukai tembakau tanpa membahas para produsen rokok utama RI. Sebagai ceruk bisnis menjanjikan, rokok yang menjadi primadona ‘wong cilik’ ternyata dikuasai segelintir pengusaha utama. Ketiga konglomerat rokok ini adalah PT Djarum, Gudang Garam, hingga HM Sampoerna.

Kerajaan bisnis rokok di Indonesia tentu sudah tidak asing dengan nama Djarum Group yang dimiliki oleh dua orang yang masuk jajaran daftar taipan terkaya, R. Budi Hartono dan Michael Hartono alias Hartono Bersaudara.

Mengutip sejarahnya, PT Djarum awalnya merupakan sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus dan dinamai Djarum Gramophon. Kemudian pada 21 April 1951, Oei Wie Gwan membeli pabrik tersebut dan disingkatnya menjadi Djarum.

Kedua anak Oei Wie Gwan yaitu Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, ikut membangun Djarum hingga berhasil menjadi salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia.

Bisnis rokok mengantarkan anak-anak Oei Wie Gwan menjadi konglomerat dengan berbagai anak usaha.

Di era modern, industri kretek rokok lebih dikenal dengan industri sigaret kretek tangan (SKT). Melansir Stockbit, industri SKT sepanjang tahun ini mengalami tren positif di mana ketiga emiten rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami kenaikan penjualan SKT pada sembilan bulan pertama 2023 (9M2023).

Tiga emiten ini adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Sayangnya, grup Djarum belum mencatatkan sahamnya di BEI.

Hingga akhir 2023, GGRM menjadi perusahaan rokok dengan aset terbesar mencapai Rp86,67 triliun. Sementara HMSP merupakan emiten dengan aset terbesar kedua mencapai Rp55,76 triliun. (Lihat grafik di bawah ini.)

HMSP memiliki merek dagang rokok kretek terkenal seperti Dji Sam Soe dan Sampoerna Kretek. Sementara GGRM merupakan pemilik merek dagang Gudang Garam Merah, Gudang Garam Patra, dan Gudang Garam Djaja, serta Sriwedari. Adapun WIIM memegang merek dagang Wismilak, Galan dan Arja.

Ada juga emiten PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA).

Perlu diketahui, Bentoel Internasional Investama berencana akan segera angkat kaki dari BEI alias delisting. Namun, perseroan masih mengalami kendala dalam proses delisting tersebut. 

Saham Bentoel kini dikuasai oleh British American Tobacco (BAT), yang menggenggam 99,96 persen saham dan menjadi pemegang saham utama produsen rokok dengan merek dagang Dunhill dan Lucky Strike ini. Sementara jumlah kepemilikan saham RMBA di masyarakat hanya 0,04 persen.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement