Berdasarkan buku "Effectengids" yang dikeluarkan Vereniging voor den Effectenhandel pada 1939, pasar modal ini menjadi yang tertua keempat untuk tingkat Asia setelah Bombay, Hongkong, dan juga Tokyo.
Pesatnya perkembangan pasar modal di Batavia menarik minat masyarakat kota lainnya sehingga didirikanlah bursa efek di Surabaya dan Semarang pada 1925.
Sayangnya, selama periode tersebut Vereniging voor de Effectenhandel harus ditutup karena muncul gejolak ekonomi dan politik sebagai akibat dari Perang Dunia I dan II.
Kemudian, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya hingga 1942. Namun karena adanya program nasionalisasi oleh pemerintah, aktivitas pasar modal Indonesia kembali terhenti pada 1956.
Puluhan tahun setelahnya atau pada 1977, pasar modal kembali dibuka oleh Presiden Soeharto dengan nama Bursa Efek Jakarta. Akhirnya, pasar modal di Indonesia semakin berkembang dan diperbaharui kebijakan dan namanya menjadi Bursa Efek Indonesia.
(DES)