IDXChannel - Bursa saham Asia melemah pada hari perdagangan terakhir tahun ini, Rabu (31/12/2025), yang berlangsung lebih singkat karena libur.
Pasar di Hong Kong dan Australia tutup lebih awal untuk libur akhir tahun, sementara Jepang dan Korea Selatan tidak beroperasi sepanjang hari.
Indeks S&P/ASX 200 Australia bergerak nyaris datar di kisaran 8.703 pada sesi perdagangan terakhir tahun ini, Rabu, seiring dengan kinerja Wall Street semalam yang cenderung lesu.
Melansir dari Trading Economics, di Australia, Gubernur Reserve Bank Michele Bullock mengatakan dalam konferensi pers usai rapat bahwa meskipun dewan tidak secara eksplisit mempertimbangkan kenaikan suku bunga, mereka sempat membahas kondisi-kondisi yang dapat mendorong suku bunga perlu dinaikkan pada 2026.
Secara keseluruhan, indeks acuan Australia diperkirakan mencatatkan kenaikan yang kuat sepanjang tahun ini.
Di kawasan lain, indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,72 persen, sementara indeks CSI 300 China daratan bergerak datar.
Sementara itu, indeks saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street melemah pada Selasa, dalam sesi pra-libur dengan volume perdagangan tipis, menutup tahun yang penuh volatilitas dengan nada yang lebih tenang.
Setelah melewati satu tahun yang diwarnai perang tarif, penutupan pemerintahan terpanjang dalam sejarah AS, serta gejolak geopolitik global, ketiga indeks utama AS, bersama indeks global lainnya, diperkirakan membukukan kenaikan tahunan dua digit yang solid.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 94,87 poin atau 0,20 persen ke level 48.367,06.
Indeks S&P 500 melemah 9,51 poin atau 0,14 persen ke 6.896,23, sementara Nasdaq Composite turun 55,27 poin atau 0,23 persen ke 23.419,08.
“Pada akhirnya, laba korporasi yang kuat bisa menutupi banyak masalah,” kata Kepala Strategi Pasar Carson Group, Ryan Detrick, di Omaha, dikutip Reuters.
Detrick menambahkan, pada 2025, kinerja laba yang solid telah membenarkan pasar bullish yang kita saksikan sepanjang tahun ini.
“Kami tidak melihat adanya retakan besar yang mengindikasikan resesi akan datang. Kami optimistis pasar tenaga kerja akan membaik dan tren bullish ini masih memiliki peluang berlanjut pada 2026,” imbuh Detrick.
Risalah rapat terakhir Federal Reserve (The Fed) tahun ini menunjukkan sebagian besar anggota sepakat untuk memangkas suku bunga.
Namun, perdebatan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perekonomian AS menyingkap perbedaan pandangan yang cukup tajam di antara para pembuat kebijakan.
“Risalah The Fed semakin menegaskan bahwa ada dua kubu terkait arah kebijakan ke depan, dan perbedaan ini kemungkinan akan semakin melebar,” ujar Detrick.
Faktanya, kata dia, inflasi masih sedikit panas, dan The Fed seharusnya mulai memangkas suku bunga untuk menopang pasar tenaga kerja yang melemah pada 2026.
Dari sisi geopolitik, upaya penyelesaian perang Rusia-Ukraina semakin rumit setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa posisi negosiasi Moskow akan mengeras, menyusul tudingan bahwa Kyiv menyerang kompleks kediaman Putin di Roshchino.
Ukraina membantah tuduhan tersebut dan menyatakan Kremlin merekayasa insiden itu untuk menghambat proses perdamaian. (Aldo Fernando)