Ketidakpastian itu semakin terasa setelah Rusia kembali meluncurkan rudal ke ibu kota Ukraina, Kyiv, pada Selasa, menewaskan enam orang, melukai 13 lainnya, serta mengganggu sistem listrik dan pemanas.
“Butuh dua pihak untuk berdamai, dan masih belum jelas apakah Rusia juga setuju,” ujar analis UBS Giovanni Staunovo, dikutip Reuters.
Analis Ritterbusch and Associates menegaskan bahwa tahap paling berat dari proses negosiasi justru belum dimulai, karena masih terdapat jurang perbedaan yang lebar antara kedua pihak yang perlu dijembatani.
Semakin banyak analis memperkirakan pertumbuhan suplai minyak mentah pada 2026 akan melampaui kenaikan permintaan. Deutsche Bank memperkirakan surplus setidaknya 2 juta barel per hari tahun depan dan belum melihat jalan kembali menuju defisit bahkan hingga 2027.
Menurut analis Commerzbank Research, kesepakatan damai dapat membantu Rusia meningkatkan produksi minyak ke volume yang disepakati dalam OPEC+.