IDXChannel - Harga timah berjangka melonjak 3 persen menjadi USD32.775 per ton untuk pertama kalinya sejak Juni 2022 pada perdagangan Kamis (18/4/2024), mengikuti lonjakan logam dasar lainnya di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai rendahnya pasokan.
Eksportir timah terbesar dunia, Indonesia, memicu gelombang ketatnya pasokan di pasar ekspor karena penundaan perizinan yang menyebabkan ekspor pada Januari hampir terhenti. Kondisi ini diperparah oleh kekhawatiran akan gangguan perizinan di masa depan pada sisa tahun ini.
Hal ini memperburuk kemunduran produksi timah sebelumnya, yang utamanya disebabkan oleh gangguan pertambangan di Negara Bagian Wa, Myanmar di tengah perang yang terjadi di negara tersebut.
Upaya China untuk mendapatkan bijih timah dari Kongo juga hanya berumur pendek karena kerusuhan bersenjata di negara tersebut yang menghambat aktivitas penambangan.
Perkembangan ini bertepatan dengan naiknya permintaan, yang disebabkan oleh pulihnya aktivitas manufaktur China dan Amerika Serikat (AS), berdasarkan data PMI terbaru,
Dampaknya, persediaan timah di London Metal Exchange (LME) berkurang hampir setengahnya pada tahun ini menjadi 3.670 ton.
Harga nikel berjangka juga naik 1,71 persen di atas USD18.549 pada periode yang sama ke level tertinggi sejak Oktober 2023, terangkat oleh kekhawatiran pasokan yang lebih ketat, karena AS dan Inggris mengeluarkan sanksi baru terhadap logam Rusia.
Harga komoditas logam lainnya, aluminium, juga terkerek 1 persen di level USD 2587 per ton per Kamis (18/4).
Pihak berwenang Barat melarang pengiriman pasokan logam Rusia setelah tengah malam pada Jumat lalu, melarang bursa perdagangan logam menerima aluminium, tembaga, dan nikel yang diproduksi oleh negara tersebut.
Impor ke AS dan Inggris juga dilarang, seiring upaya membatasi pendapatan Rusia dari ekspor logam yang membantu mendanai operasi militernya di Ukraina.
Namun, para analis berpendapat bahwa pembatasan di Barat sepertinya tidak akan menghentikan penjualan Rusia, sehingga menyebabkan ketidakpastian di pasar komoditas.
Rusia adalah produsen utama logam-logam tersebut, setara dengan 6 persen total produksi aluminium dunia, 4 persen tembaga, dan 11 persen logam nikel dengan kemurnian tinggi, menurut data Citigroup.
Selain itu, harga timah di LME juga melonjak mendekati level tertinggi dalam dua tahun pada pekan ini seiring penurunan stok di bursa dan munculnya ancaman lain terhadap rantai pasokan yang sudah tertekan.
Mengutip Financial Times, Senin (15/4), pihak LME mengatakan pada Sabtu lalu, mereka tidak akan mengizinkan logam Rusia yang diproduksi setelah 13 April disimpan di gudangnya.
Mereka menjelaskan, pasokan asal Rusia yang diproduksi sebelum tanggal tersebut masih dapat masuk ke sistem gudang LME tetapi akan ditandai dalam kategori terpisah.
Pasar logam terbesar di dunia ini sedang berjuang melawan penumpukan persediaan pasokan Rusia, yang selama ini dianggap kurang diminati. (ADF)