AS diketahui akan mulai menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, pada 1 Agustus mendatang. Namun, negosiasi antara negara terdampak dan Gedung Putih masih berjalan dan diperpanjang hingga akhir Juli, membuka peluang adanya kompromi atau penundaan, yang disambut positif oleh pasar.
Sementara itu, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25 hingga 4,5 persen. Meski demikian, tekanan inflasi mulai mereda dan memunculkan harapan akan pemangkasan suku bunga pada kuartal IV 2025, yang menjadi sentimen positif bagi pasar negara berkembang.
Dari dalam negeri, sentimen datang dari kebijakan Bank Indonesia (BI) yang diprediksi mempertahankan suku bunga di level 5,50 persen. Hal ini dilakukan di tengah apresiasi Rupiah yang sempat menyentuh Rp16.224 per dolar AS dan arus modal asing yang mengalir masuk.
Selain itu, pemerintah kembali menegaskan komitmen terhadap target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, yang turut mendukung sektor energi bersih dan nikel sebagai bagian dari kerjasama strategis dengan AS.
Untuk pekan 14–18 Juli 2025, David mengimbau para investor dan trader untuk mencermati dua faktor utama yang berpotensi menggerakkan pasar. Pertama, spekulasi terkait pemangkasan suku bunga global, dan kedua, dimulainya fase rilis laporan keuangan Q2 sejumlah emiten besar.