IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi pertama jatuh 1,78% ke level 7.161,50. Nilai transaksi hanya mencapai Rp5,46 triliun, dengan volume bersih 8,84 miliar saham.
Bukan tanpa sebab, tekanan IHSG sebagian besar berasal dari sejumlah saham-saham big caps pemberat (laggard) indeks, khususnya deretan emiten yang menjadi konstituen LQ45.
“Seperti kita ketahui indeks movers dari IHSG adalah saham-saham LQ45,” kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/4/2024).
Pernyataan ini sekaligus menjawab kegelisahan pasar terkait mekanisme full call auction dalam Papan Pemantauan Khusus yang diduga membuat pasar sepi, sekaligus dinilai berdampak terhadap indeks.
Irvan menilai pengaruh pergerakan saham-saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus hanya sebesar 1,5% dari total seluruh saham di BEI.
“Dampaknya (Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction) ada, cuma masih lebih besar saham LQ45,” paparnya.
Pantauan data perdagangan, sejumlah indeks utama pasar modal juga mengalami tekanan. LQ45 dan IDX30 masing-masing merosot di atas 2 persen.
Sejumlah penghuni LQ45 yang paling menderita tekanan jual antara lain PT Mitra Pack Tbk (PTMP) turun 10,90% di Rp139, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) merosot 7,01% di Rp2.520, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) jatuh 6,11% di Rp1.460.
Satu emiten sektor energi, yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) merosot 4,68% di Rp1.120. Demikian juga empat emiten perbankan blue chip.
Saham-saham blue chip seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) Tbk (BBNI) jatuh di kisaran 1-4 persen.
Hingga sesi pertama, BBRI anjlok 3,31% di Rp5.850. BMRI merosot 4,14% di Rp6.950. BBCA tertekan 2,23% di Rp9.850, sementara BBNI jebol 5,08% di Rp5.600.
Diketahui, empat saham itu rutin menjadi penggerak indeks. Koreksi ini menambah tekanan yang terjadi dalam dua hari terakhir, menyambut awal April.
Analis menilai hal ini justru dapat dimanfaatkan sebagai peluang.
“Bisa dimanfaatkan untuk Buy on Weakness (BoW) terlebih dahulu,” kata Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, kepada IDX Channel, Senin (1/4/2024).
Sebagaimana diketahui, BEI berniat melakukan review secara komprehensif terkait kebijakan Papan Pemantauan Khusus (PPK) tahap II yang memakai skema full call auction.
Irvan mengatakan pilihan ini diambil setelah mendapat masukan dari pelaku pasar. Post implementation review ini dilakukan secara menyeluruh, termasuk informasi bid dan offer dalam orderbook. Namun, ini tidak dilakukan dalam waktu dekat.
“Kita tampung sebagai masukan. Nanti akan kita review, setidaknya tiga bulan lah minimal,” kata Irvan saat ditemui di iNews Tower, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
Metode perdagangan call auction, terang Irvan sudah tidak asing karena telah diterapkan pada sesi Pra-pembukaan dan sesi Pra-penutupan. Pada metode ini, order yang masuk tidak ditampilkan sistem (blind auction).
Dengan metode perdagangan ini, pembentukan harga diharapkan menjadi lebih fair karena memperhitungkan seluruh order yang ada di orderbook sehingga memberikan proteksi kepada investor atas potensi aggressive order yang masuk di pasar.
"Melalui mekanisme ini kami harapkan saham-saham tersebut dapat lebih aktif diperdagangkan sesuai dengan fair price-nya. Meskipun blind auction, investor tetap dapat melihat potensi harga yang terbentuk dari fitur Indicative Equilibrium Price (IEP) dan potensi volume yang dapat diperjumpakan dari fitur Indicative Equilibrium Volume (IEV)," pungkasnya.
(YNA)