"Penguncian COVID yang ekstensif dan pengujian massal di China membebani pasar minyak karena kekhawatiran (menurunnya) permintaan," ujar Analis di CMC Markets, Tina Teng, dalam laporan yang sama.
Selain kebijakan zero COVID-19 di China, kekhawatiran juga datang dari peluang Bank Sentral AS, Federal reserves (The Fed) yang diyakini masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga agresif, yang diperkuat dengan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI), di mana inflasi AS per Agustus 2022 mencapai 8,3 persen, melonjak 0,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Dengan lonjakan itu, The Fed diperkirakan semakin menemukan alasan untuk terus menggeber kebijakan bunga tingginya, sampai posisi inflasi dapat ditekan ke level normal.
Di Amerika Serikat sendiri, cadangan minyak strategis (SPR) turun 8,4 juta barel menjadi 434,1 juta barel dalam pekan terkahir. Ini merupakan penurunan terendah sejak Oktober 1984. Sementara stok minyak komersial AS diperkirakan turun dalam lima minggu berturut-turut, sekitar 200.000 barela dalam seminggu.
Presiden Joe Biden bulan Maret lalu merencanakan untuk melepaskan 1 juta barel per hari demi mengatasi harga bahan bakar AS yang tinggi dan menjadi pendorong inflasi. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana