IDXChannel - Penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) meningkat di beberapa bursa saham Asia Tenggara sepanjang 2023.
Melansir Asia Nikkei Review, Rabu (19/7/2023), saat aktivitas IPO secara global mengalami penurunan tetapi tidak dengan yang terjadi di Asia Tenggara.
Penurunan aktivitas IPO global dilaporkan mengurangi pendapatan sekitar 30 persen secara tahunan dari periode Januari hingga Juni 2023. Sementara, di Asia Tenggara, pendapatan dari aktivitas IPO naik sekitar 40 persen.
Dari aktivitas IPO di Asia Tenggara, beberapa fokus bisnis menarik permintaan domestik, seperti sektor real estat dan produk makanan, serta perusahaan sumber daya yang berkaitan dengan energi terbarukan.
Adapun sektor teknologi masih menghadapi kondisi pasar yang memburuk, terutama di AS dan Eropa.
Nikkei Asia bersama Dealogic, sebuah platform pasar keuangan, menganalisis data IPO dari Asia Tenggara.
IPO di kawasan ini tercatat mengumpulkan USD4,1 miliar atau setara Rp61,6 triliun (kurs Rp 15.018 per USD) sepanjang Januari hingga Juni 2023. Angka ini meningkat 43 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun secara kuantitas, jumlah IPO juga tercatat meningkat 14 persen menjadi 79 perusahaan yang listing.
Baik jumlah perusahaan IPO maupun jumlah dana yang terkumpul tercatat meningkat sejak 2019 sebelum pandemi Covid-19.
Meskipun masih terbilang kecil dibandingkan dengan AS dan Eropa, sepanjang periode tersebut, jumlah dana yang terkumpul di pasar modal bursa-bursa Asia Tenggara meningkat sekitar 80 persen berdasarkan nilai kapitalisasi pasar.
RI Jadi Titik Cerah IPO
Sejumlah perusahaan yang baru listing di bursa saham Asia Tenggara berkinerja impresif. Empat di antaranya adalah perusahaan di Indonesia.
Indonesia menyumbang total 49 IPO sepanjang paruh pertama tahun ini hingga pertengahan Juli 2023. Angka ini bahkan lebih dari setengah dari total IPO di Asia Tenggara. (Lihat grafik di bawah ini.)
Masing-masing perusahaan tersebut bergerak di bidang EV dan industri lain yang terkait dengan dekarbonisasi.
Di Indonesia, tercatat Amman Mineral International (AMMN), yang bergerak di sektor tambang tembaga dan emas dan baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Juni lalu, mengumpulkan pendanaan paling banyak pada saat IPO. Nilainya mencapai lebih dari USD700 juta atau setara Rp 10,51 triliun (kurs Rp 15.018 per USD).
Berdasarkan keterangan perusahaan, sebagian dari dana tersebut akan digunakan untuk berinvestasi dalam pemurnian tembaga dan logam mulia pada operasional bisnis mereka.
Amman mengoperasikan tambang Batu Hijau, tambang emas dan tembaga terbesar kedua di Indonesia, di provinsi Nusa Tenggara Barat.
Permintaan tembaga meningkat berkat meningkatnya fokus global pada langkah-langkah dekarbonisasi, termasuk produksi kendaraan listrik (EV).
Produksi EV memerlukan bahan tembaga untuk kumparan motor dan komponen listrik lainnya, dan membutuhkan lebih banyak tembaga daripada kendaraan bertenaga bensin. Performa saham AMMN juga terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pasar EV. Saham AMMN menghijau 1,36 persen di level 1.870 per saham pada pukul 11.00 WIB, berdasarkan data RTI Business.
Penggalangan dana terbesar kedua diperoleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL). NCKL merupakan perusahaan pertambangan dan pemurnian nikel di bawah konglomerat lokal Harita Group. Perusahaan ini memproduksi hidroksida campuran nikel-kobalt dan bahan lain untuk baterai EV.
Adapun yang ketiga, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) yang bergerak di bidang peleburan nikel. di bawah payung perusahaan penambang emas dan tembaga Merdeka Copper Gold (MDKA). Secara year to date (ytd), saham MBMA terkoreksi 0,66 persen berdasarkan data RTI Business.
Adapun peringkat keempat diperoleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi sekaligus anak perusahaan perusahaan minyak pelat merah, Pertamina. Kinerja saham PGEO hari ini menghijau 0,67 persen ke level Rp750 per saham.
Di Thailand, Millennium Group Corporation Asia PCL, yang terlibat dalam penjualan mobil dan bisnis lainnya dan juga baru saja melantai Bursa Efek Thailand pada April, memperoleh pendanaan melebihi harga penawaran.
Dana yang terkumpul dari aktivitas IPO tersebut akan digunakan terutama untuk investasi perawatan kendaraan guna mendukung kendaraan listrik. Mengingat, penetrasi EV menyebar dengan cepat di Thailand dan pelaku pasar optimis dengan prospek pertumbuhannya.
Master Style, perusahaan yang terdaftar pada Januari lalu bergerak di bidang bisnis rumah sakit bedah kosmetik di pusat kota Bangkok yang memiliki lebih dari 40 dokter spesialis dan lebih dari 700 anggota staf profesional.
Mengingat tingkat perawatan medis di Asia Tenggara tinggi dan permintaan yang kuat untuk kebutuhan operasi kecantikan, pasar juga menyambut optimis IPO perusahaan ini.
Di Malaysia, DXN Holdings, sebuah perusahaan makanan sehat juga melantai di bursa negeri Jiran pada Mei dan mengumpulkan pendanaan USD146 juta.
DXN membuat dan menjual makanan kesehatan dan kosmetik menggunakan bahan-bahan seperti jamur reishi. Di bulan yang sama, pengembang real estate Radium Development juga melakukan IPO.
Sektor Teknologi Kian Melempem
Beberapa perusahaan yang melakukan IPO sepanjang Januari hingga Juni tidak banyak bergerak di bidang startup teknologi.
Kemerosotan di pasar pertumbuhan di AS dan Eropa dan over valuasi perusahaan-perusahaan startup teknologi telah menyebabkan para pemodal ventura di AS dan Eropa juga menahan investasi di Asia Tenggara.
“Ada harapan bahwa Indonesia akan terus berkembang menjadi pasar di mana unicorn akan mendaftar (IPO), tetapi lingkungan IPO startup saat ini tetap sulit,” kata Takahiro Suzuki, General Partner di Genesia Ventures, dikutip Nikkei Asia, Rabu (19/7/2023).
Sebagai informasi unicorn adalah perusahaan tidak terdaftar dengan valuasi USD1 miliar atau lebih. Indonesia menjadi salah satu negara dengan startup unicorn terbanyak di Asia Tenggara.
Dengan penurunan jumlah startup unicorn saat ini, bursa saham Asia Tenggara didominasi oleh perusahaan yang berafiliasi dengan grup perusahaan besar.
"Sebagian adalah permintaan dana karena kekhawatiran tentang ketidakstabilan ekonomi yang menyebar dari Eropa dan AS," kata seorang eksekutif di sebuah organisasi keuangan Thailand, dikutip Nikkei Asia, Rabu (19/7/2023). (ADF)