Di Thailand, Millennium Group Corporation Asia PCL, yang terlibat dalam penjualan mobil dan bisnis lainnya dan juga baru saja melantai Bursa Efek Thailand pada April, memperoleh pendanaan melebihi harga penawaran.
Dana yang terkumpul dari aktivitas IPO tersebut akan digunakan terutama untuk investasi perawatan kendaraan guna mendukung kendaraan listrik. Mengingat, penetrasi EV menyebar dengan cepat di Thailand dan pelaku pasar optimis dengan prospek pertumbuhannya.
Master Style, perusahaan yang terdaftar pada Januari lalu bergerak di bidang bisnis rumah sakit bedah kosmetik di pusat kota Bangkok yang memiliki lebih dari 40 dokter spesialis dan lebih dari 700 anggota staf profesional.
Mengingat tingkat perawatan medis di Asia Tenggara tinggi dan permintaan yang kuat untuk kebutuhan operasi kecantikan, pasar juga menyambut optimis IPO perusahaan ini.
Di Malaysia, DXN Holdings, sebuah perusahaan makanan sehat juga melantai di bursa negeri Jiran pada Mei dan mengumpulkan pendanaan USD146 juta.
DXN membuat dan menjual makanan kesehatan dan kosmetik menggunakan bahan-bahan seperti jamur reishi. Di bulan yang sama, pengembang real estate Radium Development juga melakukan IPO.
Sektor Teknologi Kian Melempem
Beberapa perusahaan yang melakukan IPO sepanjang Januari hingga Juni tidak banyak bergerak di bidang startup teknologi.
Kemerosotan di pasar pertumbuhan di AS dan Eropa dan over valuasi perusahaan-perusahaan startup teknologi telah menyebabkan para pemodal ventura di AS dan Eropa juga menahan investasi di Asia Tenggara.
“Ada harapan bahwa Indonesia akan terus berkembang menjadi pasar di mana unicorn akan mendaftar (IPO), tetapi lingkungan IPO startup saat ini tetap sulit,” kata Takahiro Suzuki, General Partner di Genesia Ventures, dikutip Nikkei Asia, Rabu (19/7/2023).
Sebagai informasi unicorn adalah perusahaan tidak terdaftar dengan valuasi USD1 miliar atau lebih. Indonesia menjadi salah satu negara dengan startup unicorn terbanyak di Asia Tenggara.
Dengan penurunan jumlah startup unicorn saat ini, bursa saham Asia Tenggara didominasi oleh perusahaan yang berafiliasi dengan grup perusahaan besar.
"Sebagian adalah permintaan dana karena kekhawatiran tentang ketidakstabilan ekonomi yang menyebar dari Eropa dan AS," kata seorang eksekutif di sebuah organisasi keuangan Thailand, dikutip Nikkei Asia, Rabu (19/7/2023). (ADF)