Selain itu, lanjut Alfatih, banyak juga investor yang menyoroti pengelolaan PGEO. Misalnya pos utang jangka panjang sebesar USD600 juta, atau sekitar Rp9 triliun, yang disulap menjadi utang jangka pendek dan akan segera jatuh tempo.
Tertulis dalam laporan keuangan yang ditandatangani oleh Diretur Utama PGEO, Ahmad Subarkan Yuniarto, bahwa total utang perusahaan dengan jangka pendek tersebut terdiri atas pinjaman dari PT Bank Mandiri Tbk sebesar USD105 juta, MUFG Bank Ltd, Jakarta Branch sebesar USD105 juta dan PT Bank UOB Indonesia juga USD105 juta.
Berikutnya, berasal dari PT Bank HSBC Indonesia sebesar USD82,5 juta, Australia and New Zealand Banking Group Limited Singapore Branch USD75 juta, PT Bank BTPN Tbk (BTPN) senilai USD52,5 juta, Sumitomo Mitsui Banking Corporation Singapore Branch senilai USD52,5 juta dan The Hong Kong and Shanghai Bank Corporation Limited senilai USD22,5 juta.
Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan turunnya harga saham bukan semata-mata soal utang dan minusnya kinerja PGEO.
Di luar itu, penolakan warga di sekitar proyek geothermal juga menjadi variabel yang kurang bagus.