Selain Samuel dan CGS-CIMB, pada 16 September Bina Artha Sekuritas dan Semesta Indovest Sekuritas masing-masing menerbitkan riset dengan rekomendasi beli untuk BUMI.
Bina Artha dan Semester Indovest R sama-sama mematok TP BUMI di angka Rp270/saham.
Bina Artha menulis, harga target tersebut diberikan seiring dengan perbaikan produksi khususnya di anak usaha BUMI, Arutmin, dan seiring restrukturisasi utang per semester I 2022. TP tersebut sepadan ‘dengan rasio P/E 10 kali dengan estimasi nilai tukar USD/rupiah di Rp14.900/saham pada 2023’.
Sementara, Semesta Indovest menjelaskan, TP di atas bertopang pada outlook batu bara yang positif yang ‘akan berdampak positif terhadap kinerja BUMI’.
“Meski demikian, ada downside risk dari harga batu bara yang lebih rendah dan tingkat produksi yang lebih rendah seiring perkiraan cuaca buruk di akhir 2022. Kami merekomendasikan BUY untuk saham BUMI di Rp196, dengan P/E ratio 3.3x dan PBV 1.2x untuk FY2022F [proyeksi tahun penuh 2022] dengan target price di Rp270/saham. Valuasi tersebut belum termasuk implementasi private placement,” jelas analis Semesta Indovest.
Kisah Kejayaan 2008
Kenaikan saham BUMI akhir-akhir ini membuat investor, terutama para ‘pemain lama’, teringat dengan kisah heroik saham tersebut pada 14 tahun lalu, yakni pada 2008.
Kala itu, harga saham BUMI sempat berada di Rp8.550/saham pada 12 Juni 2008.
Pada tanggal tersebut, kapitalisasi pasar (market cap) BUMI mencapai Rp165,40 triliun. BUMI saat itu berada di puncak tertinggi sekaligus menggeser saham emiten telekomunikasi TLKM (Rp152 triliun) dalam hal saham dengan market cap terjumbo di bursa.
Harga Rp8.550/saham dan market cap Rp165 triliun tersebut ditembus sebelum tragedi penurunan harga saham BUMI besar-besaran pada paruh kedua 2008 saat dunia diterjang krisis global.
Per 30 Desember 2008, saham BUMI ditutup di Rp910/saham, terjun bebas 89,36% dibandingkan posisi ‘pucuk’ 12 Juni 2008 sekaligus masuk ke posisi 16 top losers bursa di tahun itu.
Tak tanggung-tanggung, market cap BUMI pun menguap sebesar Rp148,24 triliun per akhir 2008 apabila dibandingkan dengan 12 Juni di tahun itu. Pada 30 Desember 2008, market cap BUMI tersisa sebesar Rp17,66 triliun.
Sejumlah sentimen negatif yang melanda perusahaan dan mencapai puncaknya pada PKPU 2016-2017 turut membuat harga saham BUMI doyan nyender di level gocap semenjak itu. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.