Di sisi lain, saham VIVA justru menunjukkan pertumbuhan yang stagnan di angka 0 persen seiring menyandang notasi khusus X dari bursa yang berarti sedang dalam pemantauan khusus.
Informasi saja, VIVA juga mendapatkan notasi khusus Y karena belum menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sampai dengan enam bulan setelah tahun tutup buku.
Walaupun saham emiten televisi mengalami kinerja yang terkontraksi secara YTD, NETV justru mencatatkan kinerja yang melesat sejak listing perdana di bursa.
Menurut data BEI pada Kamis (24/11), saham NETV tumbuh 20,41 persen sejak pertama melantai di bursa pada Januari 2022 lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)

Industri Media Masih Overweight
Kendati keuangan dan saham emiten-emiten media masih terkontraksi sepanjang 2022, prospek industri ini kedepannya diramal bertumbuh.
Adapun Mirae Asset meningkatkan rating industri media dari netral menjadi overweight untuk tahun proyeksi 2023.
Meski demikian, ketatnya persaingan antar emiten media di tengah kenaikan biaya untuk setiap konten yang diproduksi menjadi pertimbangan Mirae Asset dalam memberikan rating tersebut.
Mirae Asset juga menyebutkan, pembelanjaan iklan diharapkan lebih tinggi ditopang dari industri FMCG.
“Untuk tahun 2023, kami yakin segmen iklan akan terus berkembang seiring upaya industri FMCG dalam mempertahankan pangsa pasar selama periode inflasi tinggi,” tulis riset terebut.
Di samping itu, perusahaan mediadiproyeksikan bakal mengembangkan sayapnya di segmen konten digital dengan menyasar pasar OTT, mengingat segmen ini mulai diminati masyarakat luas.
Melansir riset The Trade Desk bersama Kantar per 2022 sebagaimana disebutkan dalam Daily Social, penetrasi layanan OTT di Asia Tenggara saat ini telah melampaui 31 persen. Sedangkan di Indonesia, pengguna OTT diproyeksikan mencapai 66 juta dengan tingkat penetrasi mencapai 24 persen.
Hasil survei tersebut turut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mencapai 54 persen menghabiskan waktu 1-4 jam per hari untuk menikmati OTT.
Sedangkan, untuk TV FTA, Mirae Asset memproyeksikan media ini masih diminati oleh para pengiklan sehingga angka belanja iklan bagi platform ini masih tinggi kedepannya.
Segmen TV FTA tetap diminati masyarakat meskipun terpengaruh kebijakan Analog Switch Off atawa ASO yang jadi salah satu faktor penghambat bagi pemulihan sektor media.
Asal tahu saja, ASO adalah penghentian siaran TV analog yang sepenuhnya dialihkan ke siaran TV digital. Tercatat, kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tersebut berlaku pada area Jabodetabek dan 173 kabupaten kota di Indonesia.
“Namun perlu dicermati risiko penurunan belanja iklan dari peningkatan rate-card yang lebih rendah dari perkiraan hingga ketidakmampuan perusahaan FMCG untuk membebankan biaya yang lebih tinggi ke Average Selling Price/ASP (harga jual rata-rata produk) mereka,” tulis riset tersebut.
Dengan demikian, industri media akan terus berkembang kedepannya ditopang oleh belanja iklan dari industri FMCG di TV FTA dan potensi pengembangan segmen OTT bagi pemain industri ini.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.