Rasio laba terhadap pendapatan usaha mencapai 35 persen, menunjukkan efisiensi operasional yang mampu menjaga profitabilitas di tengah penurunan pendapatan.
Selain itu, Return on Assets (ROA) tercatat di angka 34 persen, sedangkan Return on Equity (ROE) berada pada 68 persen, mencerminkan tingkat pengembalian yang solid bagi pemegang saham.
Dari sisi struktur permodalan, rasio total liabilitas terhadap total aset berada di angka 0,5, menunjukkan kestabilan perusahaan dalam pengelolaan utang.
Sementara itu, rasio total liabilitas terhadap ekuitas tercatat sebesar 1, menandakan tingkat leverage yang masih berada dalam batas aman.
Kinerja positif ini menyoroti kemampuan Adaro Andalan untuk tetap mempertahankan laba bersih yang kuat meskipun pendapatan mengalami penurunan, didukung oleh pengelolaan aset dan ekuitas yang efisien.
Keunggulan Kompetitif
Mengutip prospektus IPO perusahaan, Grup Adaro memiliki sejumlah keunggulan kompetitif yang membuatnya tetap kuat di industri pertambangan batu bara.
Dengan model bisnis terintegrasi dari hulu ke hilir, Adaro mengelola seluruh proses, mulai dari penambangan hingga distribusi.
Rantai pasok yang lengkap di Indonesia ini membuat operasi perusahaan berjalan efisien, minim gangguan, dan berkelanjutan.
Ditambah lagi, Adaro memiliki cadangan batu bara termal sebesar 917,4 juta ton dan sumber daya total mencapai 4,102 miliar ton, yang memberi dukungan kokoh bagi pertumbuhan jangka panjangnya.
Produk unggulan Adaro, Envirocoal, dikenal dengan kadar abu dan sulfur yang rendah, sehingga memenuhi standar ketat di berbagai negara dan lebih ramah lingkungan.
Selain itu, Adaro berhasil menjaga biaya produksinya di kuartil bawah kurva biaya global, menjadikannya kompetitif meski harga batu bara berfluktuasi.
Keandalan logistiknya didukung oleh armada Adaro Logistics, memastikan pengangkutan batu bara berlangsung lancar dan efisien. Jaringan pelanggan yang kuat, seperti perusahaan listrik dan semen, juga menjadi pilar utama kestabilan bisnis Adaro.
Posisi geografis tambang yang strategis di Kalimantan dan Sumatera memungkinkan pengiriman cepat ke pasar utama Asia, memberikan keunggulan waktu dibandingkan pesaing global.
Prospek Bisnis
Permintaan energi global terus menunjukkan peningkatan yang pesat, didorong oleh pertumbuhan populasi, perkembangan ekonomi, dan standar hidup yang semakin tinggi.
Pertumbuhan konsumsi energi juga dipicu oleh kemajuan teknologi, seperti perangkat digital, kendaraan listrik, dan pusat data yang memerlukan suplai energi besar.
Globalisasi dan pengembangan industri padat energi turut berkontribusi pada peningkatan kebutuhan energi, sementara ketegangan geopolitik menambah kompleksitas jalur perdagangan pasokan energi, mendorong negara-negara untuk membangun infrastruktur energi yang lebih tangguh.
Permintaan global akan batu bara termal diperkirakan tetap kuat hingga dekade mendatang, terutama didorong oleh Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Menurut McCloskey by OPIS, impor batu bara seaborne global akan mencapai puncaknya pada 2030, setelah sempat terhambat akibat pandemi dan ketegangan geopolitik.
Meski permintaan impor diprediksi menurun di Eropa dan Amerika, wilayah Asia tetap menunjukkan tren positif, khususnya di China dan India, yang menjadi pendorong utama dalam jangka panjang.
Di China, pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara masih mendominasi, menyumbang 66 persen dari total produksi listrik.
Walaupun pemerintah China merencanakan peralihan ke energi terbarukan dalam Rencana Lima Tahun ke-14, ketergantungan terhadap batu bara diperkirakan tetap tinggi, dengan pembangkit listrik batu bara masih menjadi sumber utama energi hingga 2050.
India juga diperkirakan terus meningkatkan kebutuhan impornya seiring pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi, meskipun pemerintahnya berupaya meningkatkan suplai domestik.
Di Indonesia, permintaan batu bara untuk sektor ketenagalistrikan diproyeksikan meningkat hingga 2035-2040.
Industri baja dan peleburan nikel juga akan memperkuat konsumsi batu bara dalam negeri, menjadikan sektor-sektor tersebut sebagai pendorong utama permintaan batu bara termal domestik.
Di sisi suplai, Indonesia tetap menjadi pemasok dominan di pasar ekspor batu bara seaborne, dengan ekspor yang diperkirakan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 2030, meski setelah itu akan mengalami sedikit penurunan.
Secara keseluruhan, meskipun banyak negara beralih ke energi terbarukan, batu bara tetap memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan energi global dan nasional.
Baik di pasar global maupun domestik, batu bara masih menjadi komponen esensial dalam jangka panjang, dengan tren permintaan yang bertahan kuat di kawasan Asia. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.