sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Nasib IHSG akan Ditentukan Sejumlah Sentimen Pasca Pemilu 2024

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
14/02/2024 18:14 WIB
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ke depan akan bergantung pada sentimen hasil pemilihan umum (pemilu) 2024 pada hari
Nasib IHSG akan Ditentukan Sejumlah Sentimen Pasca Pemilu 2024. (Foto: Freepik)
Nasib IHSG akan Ditentukan Sejumlah Sentimen Pasca Pemilu 2024. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ke depan akan bergantung pada sentimen hasil pemilihan umum (pemilu) 2024 pada hari ini, Rabu (14/2/2024).

Riset Algo Research terbaru merilis survei sentimen pasar terkait pemilu yang melibatkan 515 responden yang sebagian besar adalah investor ritel IHSG.

Untuk informasi, IHSG berbalik arah dan ditutup ke zona merah pada sesi terakhir perdagangan jelang pemilu, Selasa (13/2). IHSG ditutup melemah 87,92 poin atau 1,20 persen ke level 7.209,74.

Pada penutupan perdagangan, terdapat 214 saham menguat, 308 saham melemah dan 245 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp9,8 triliun dari 15,0 miliar saham yang diperdagangkan. (Lihat grafik di bawah ini.)

“Penelitian ini akan membahas potensi pergerakan pasar dan mengapa menurut kami hal tersebut akan menjadi cerminan 2019,” kata rilis Algo terbaru.

“Apakah Prabowo yang terdepan di pasar akan memenangkan 1 putaran? Kami yakin sebagian besar analis dan pasar memperkirakan pemilu putaran pertama akan terjadi, dengan pasangan yang paling diunggulkan untuk menang adalah Prabowo-Gibran,” tulis Algo Research.

Hal ini sejalan dengan survei politik baru-baru ini yang menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo adalah yang tertinggi, yaitu 51 persen (rata-rata dari 10 survei), diikuti oleh Anies sebesar 24 persen dan Ganjar sebesar 19 oersen.

Namun perlu diingat bahwa rata-rata pemilih yang ragu-ragu adalah 6 persen, artinya angka tersebut masih sangat tipis dan bisa saja mengarah ke arah yang berbeda.

Algo juga melihat kuatnya arus masuk investasi bersih asing ke IHSG sebagai akibat dari efek limpahan positif dari MSCI yang menurunkan peringkat China yang menyebabkan bobot lebih tinggi dan arus masuk lebih pasif ke Indonesia.

“Selain itu, kami yakin bahwa sebagian dari arus masuk asing ini sudah mendahului hasil pemilihan Presiden. Oleh karena itu, arus masuk asing bisa mulai melambat dan cenderung mengambil keuntungan pasca pemilu, sementara kenaikan arus masuk akan bergantung pada apakah ada kisah pertumbuhan dari pemerintahan baru. Aliran ini sangat mirip dengan tahun 2019”

Jika flashback 2019, ketika Jokowi diperkirakan akan menang, IHSG menguat sebesar 2,4 persen 1 bulan sebelum pemilu (Maret-April 2019) kemudian terjadi aksi ambil untung setelah pengumuman hasil hitung cepat.

Pasca itu, satu bulan pasca pemilu (April-Mei 2019), IHSG anjlok -11 persen mengingat tak ada lagi katalis yang mampu menahan pasar.

Menariknya, situasi moneter global serupa pada 2019 dan 2024, dimana kita melihat pengetatan likuiditas sepanjang semester pertama 2019 yang mendorong The Fed menurunkan suku bunga FFR pada semester kedua 2019.

Selanjutnya, IHSG diperdagangkan sideways pada periode tersebut meski kebijakannya dilonggarkan karena tidak ada katalis yang substansial.

Usai Jokowi memenangkan pemilu pada 2019, terdapat banyak harapan terhadap kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun hal ini tidak terwujud karena pertumbuhan PDB masih sebesar 5 persen (bukan pertumbuhan 7 persen seperti yang dipromosikan pada masa pemerintahan Jokowi) dan hilirisasi tidak menghasilkan konsumsi yang lebih tinggi.

Meskipun demikian, Algo menekankan karena Prabowo menawarkan kesinambungan kebijakan-kebijakan Jokowi (IKN, hilirisasi), pasar harus menunggu bagaimana kebijakan-kebijakan ini akan tercermin dalam hasil aktual. Misalnya jika melihat pertumbuhan PDB atau EPS, sebelum berasumsi bahwa IHSG akan menguat.

Di samping itu, salah satu inisiatif baru yang didorong oleh Prabowo adalah program makan siang gratis yang ditujukan kepada sekolah/institusi (tidak termasuk universitas) dan ibu hamil. Berdasarkan presentasi mereka, program ini bertujuan untuk menjangkau 83 juta orang alias 30 persen dari total populasi.

“Ini bersifat inflasi. Dengan asumsi setiap individu menerima Rp100 ribu/orang/hari = Rp2 juta/orang/bulan, total biaya program/tahun (dengan asumsi kelebihan anggaran 10 persen) = Rp2.198 triliun,” berikut perhitungan Algo Research.

Sebagai konteks, pendapatan yang diharapkan pemerintah dari pajak dan non-pajak pada tahun 2024 sebesar Rp2.780 tirliun sehingga program ini akan menghabiskan sekitar 79 persen dari total pendapatan pemerintah.

Prabowo dan tim juga menyebutkan bahwa mereka dapat menggunakan alokasi anggaran prioritas untuk membiayai program ini, namun total 5 sektor prioritas teratas hanya berjumlah Rp1.869 triliun, sehingga biaya program ini 17 persen lebih tinggi dibandingkan gabungan kelima sektor tersebut atau 51 persen lebih tinggi, bahkan tidak termasuk anggaran infrastruktur.

“Jika program ini terealisasi, cara membiayainya adalah dengan menerbitkan lebih banyak obligasi (yield lebih tinggi) dan menaikkan pajak yang akan berdampak pada konsumsi kelas menengah. Pemerintah juga perlu meningkatkan pagu defisit (dari 3 persen menjadi 6 persen) agar mempunyai ruang untuk belanja.

“Selanjutnya, karena program makan siang gratis tidak produktif dan menciptakan tambahan permintaan pangan dengan dampak “pro-pertumbuhan” yang minimal terhadap konsumsi/pendapatan pasar massal, hal ini dapat menyebabkan pengetatan pasokan pangan yang menyebabkan inflasi. Semua hal ini juga akan memberikan tekanan pada mata uang rupiah,” imbuh riset Algo.

Temuan menarik lainnya, jika pemilu dilanjutkan ke 2 putaran, sebagian besar investor yakni 63-64 persen memperkirakan akan ada sentimen negatif dan tidak ingin Anies lolos, terlepas kandidat lainnya adalah Prabowo atau Ganjar.

Hal ini menunjukkan bahwa investor lebih khawatir terhadap dampak negatif kebijakan Anies dibandingkan kekhawatiran positif terhadap kelanjutan kebijakan baik yang dilakukan oleh Prabowo maupun Ganjar. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement