IDXChannel - Bak blessing in disguise, banyak raksasa migas ketiban ‘durian runtuh’ dari pecahnya perang Rusia-Ukraina.
Mengutip The Guardian, keuntungan di perusahaan minyak terbesar dunia telah melonjak hampir £150 miliar sepanjang tahun ini karena perang Rusia di Ukraina. Perang ini mendorong harga energi meroket secara signifikan.
Pada akhir Oktober tahun lalu (27/10), perusahaan energi berbasis di Inggris, Royal Dutch Shell dan perusahaan Prancis TotalEnergies melaporkan laba untuk sembilan bulan pertama tahun 2022 sebesar masing-masing USD30,1 miliar dan USD28,7.
Dua raksasa migas asal negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) yakni Chevron dan ExxonMobil juga diperkirakan akan melaporkan laba tahunan mencapai USD27,3 dan USD42,7 miliar.
Sektor energi juga memberikan kinerja yang luar biasa dalam satu tahun ketika pasar saham di beberapa region berkinerja jauh lebih lemah di tengah pengetatan kebijakan moneter yang agresif di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Di awal tahun ini, Financial Times melaporkan sebanyak 15 perusahaan termoncer di S&P 500 yang berasal dari industri energi, terutama migas. Occidental Petroleum, perusahaan eksplorasi dan produksi migas asal AS menduduki posisi teratas setelah sahamnya naik 120% tahun ini.
Sementara, lonjakan imbal hasil obligasi yang menarik menyebabkan investor menjauh dari saham.
Mengutip Oilprice.com, tahun 2022 menunjukkan bahwa dunia masih ditopang oleh energi migas, bukan dari angin dan matahari.
Kinerja Raksasa Migas Sepanjang Tahun Lalu
Mengutip Oilprice, selama beberapa tahun, perusahaan migas telah menjadi sasaran serangan dari investor, sektor non-pemerintah, dan pemerintah karena dugaan peran utama mereka dalam perubahan iklim.
Di 2022, perusahaan migas juga mendapat tekanan dari pemegang saham untuk mendorong komitmen yang lebih besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Perusahaan migas ini juga menjadi tuntutan hukum untuk memaksa operator migas menghentikan bisnis inti mereka secara efektif.
Akibatnya, saham migas sempat menjadi pariah atau yang tersingkir. Namun, di 2022 sejumlah negara secara mengejutkan menyadari bahwa prioritas utama adalah mengupayakan listrik tetap menyala di negara mereka tanpa pemadaman listrik.
Realitas ini tercermin dari krisis energi yang terjadi di Eropa. Penggunaan bahan bakar fosil meningkat secara signifikan, mengerek harga minyak dan gas ke level tertingginya. Ketika harga naik, begitu pula harga saham perusahaan migas juga ikut terkerek.
Faktanya, kenaikan ini sangat mengesankan dan menyebabkan perusahaan migas ini menjadi pemain terbaik di pasar tahun ini.
Keuntungan yang besar di tengah krisis energi Eropa, tentu saja menarik perhatian dari berbagai stakeholder yang memiliki konsen tentang perubahan iklim.
Di sisi kinerja saham, Exxon Mobil (XOM) menjadi raja pasar di sepanjang tahun lalu. Setelah dihapus dari indeks Dow Jones pada Agustus 2020 setelah 92 tahun nangkring, Exxon menggunakan kebangkitan harga minyak pada 2022 sebagai katalis untuk membuktikan nilai sahamnya.
Namun apakah Exxon memang merebut kembali tahta industri energi? Untuk jawabannya, lihatlah grafik saham Exxon berikut ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Saham raksasa minya AS ini mengalami kenaikan 73,59% sepanjang 2022. Sementara kompetitornya, Chevron (CVX) juga mengalami kenaikan 50,5%, year on year (YOY), berkah dari melambungnya harga minyak dunia.