Laba usaha sebelum pencadangan (pre-provision operating profit/PPOP) naik 7,9 persen yoy mencapai Rp57,3 triliun. Hal ini diakibatkan karena kenaikan beban usaha yang lebih minim dibandingkan pendapatan. Beban usaha BBCA naik 5,0 persen yoy menjadi Rp28 triliun.
Meski ada kenaikan dari sisi pencadangan, tetapi kinerja BBCA yang solid masih sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Kenaikan pencadangan tersebut dianggap oleh analis sebagai suatu langkah proaktif yang justru positif di tengah kondisi makro yang menantang seperti sekarang ini.
Salah satu hal yang disoroti analis dari kinerja terbaru BBCA adalah tingginya porsi dana murah (CASA) yang turut mendorong peningkatan profitabilitas perseroan. Hal ini disampaikan oleh analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi, dalam laporan risetnya.
“Dana murah (CASA) terus menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan +9,1 persen YoY, mendorong rasio CASA mencapai 83,8 persen. Sementara itu, biaya kredit (CoC) pada kuartal ini sedikit meningkat menjadi 0,6 persen (vs 0,5 persen di 2Q25), seiring langkah bank yang terus memperkuat pencadangan di tengah penurunan kualitas aset pada segmen kredit konsumsi dan otomotif,” tulis Prasetya.
Sementara itu, analis KB Valbury Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi, menilai kinerja keuangan BBCA masih sejalan dengan panduan manajemen, terutama dari sisi penyaluran kredit. Ia juga mengapresiasi kemampuan BBCA mempertahankan net interest margin (NIM) di tengah tekanan biaya dana dan kondisi likuiditas perbankan saat ini.