Sebelum adanya uang, manusia telah lebih dulu mengenal metode transaksi menggunakan metode barter. Manusia pada awalnya bertukar barang dengan barang lain yang dibutuhkan. Sistem transaksi ini dilakukan dengan cara menukar barang atau jasa tanpa menggunakan uang.
Namun seiring berjalannya waktu, sistem ini semakin sulit dilakukan karena tidak mudah menemukan pasangan tukar yang cocok. Misalnya, seseorang punya gandum tapi butuh daging, sementara pemilik daging tidak membutuhkan gandum. Selain itu, sistem barter juga tidak memiliki ukuran nilai yang pasti sehingga sulit menentukan berapa jumlah barang yang harus ditukar agar adil.
Untuk mengatasi masalah ini, manusia mulai menggunakan uang barang seperti garam, kulit hewan, dan logam mulia sebagai alat tukar yang lebih diterima secara luas. Seiring berkembangnya peradaban, manusia mulai menggunakan uang logam yang terbuat dari emas dan perak. Bangsa Lydia di Turki menjadi yang pertama mencetak koin logam sekitar tahun 600 SM. Penggunaan uang logam semakin populer karena lebih tahan lama, memiliki nilai yang stabil, dan mudah dibawa.
Namun, dalam jumlah besar, uang logam menjadi berat dan tidak praktis untuk transaksi skala besar. Oleh karena itu, muncullah uang kertas sebagai alternatif.
Uang kertas pertama kali digunakan di China pada abad ke-7 di bawah Dinasti Tang dan semakin berkembang pada masa Dinasti Song. Awalnya, uang kertas hanyalah bukti kepemilikan emas atau perak yang disimpan di bank, tetapi seiring waktu, pemerintah mulai mencetak uang kertas dalam jumlah besar untuk memudahkan transaksi.
Memasuki abad ke-19, sistem pembayaran semakin berkembang dengan munculnya uang giral yang tidak berwujud fisik tetapi bisa digunakan untuk transaksi, seperti saldo dalam rekening bank. Inovasi lain dalam sistem pembayaran adalah penggunaan cek, kartu debit, dan kartu kredit, yang semakin populer di abad ke-20.