Hal ini, kata Bayu, karena mereka miliki berkat pengalaman di sisi manajemen maupun operasional perusahaan. Sehingga pengalaman mereka sebagai founder startup memberikan pandangan yang cukup matang dalam melakukan investasi.
Namun ia juga menemukan, kebanyakan mantan founder startup tahap awal cenderung hyper-focus atas produk atau jasa yang sedang mereka bangun. Hal ini membuat mereka melupakan gambaran besar dari solusi yang sedang mereka coba hadirkan di market.
"Bahkan membuat mereka reluctant untuk melakukan pivot manakala trend pasar berubah seketika," tuturnya.
Menurut Bayu, pilihan merekrut mantan pendiri startup yang 'pindah kuadran' menjadi seorang profesional memunculkan sejumlah risiko. Misalnya risiko kompatibilitas kultur (cultural fit), di mana perusahaan-perusahaan konvensional memiliki kultur hierarki yang rigid.
Oleh karena itu, menciptakan situasi kerja yang terbuka dan fleksibel, serta sebisa mungkin membentuk budaya non-hirarki merupakan kunci utama untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh para mantan pendiri startup. (NIA)