Udrekh juga mengungkapkan ketika gempa di Taiwan kekuatan M6,3 pada 2024 yang meskipun menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, namun jumlah korban ini jauh menurun ketika terjadi gempa dahsyat di Taiwan pada 1999 lalu.
“Cianjur kita dengan gempa M5,6 saja yang meninggal 600-an dengan luka-luka 7 ribuan dan itu rata-rata adalah penyebabnya satu hal yang memang kalau kita mau harus akui, bahwa di Jakarta juga pernah terjadi gempa besar dan ini bukan gempa yang membunuh tapi bangunannya,” ujar Udrekh.
Bahkan, kata Udrekh, usai gempa-gempa besar terjadi di Jepang dan ada gempa susulan, masyarakat tidak khawatir akan struktur bangunan. Masyarakat Jepang akan tetap melaksanakan kegiatannya dengan biasa saja meski ada gempa susulan.
Hal ini berbeda ketika dia rasakan saat berada di Cianjur usai gempa yang memporak-porandakan kawasan itu. “Berbeda yang terjadi pada saat kita saya ada di Cianjur, hari pertama masih agak tenang, hari berikutnya pas gempa-gempa lagi itu kita sudah mulai khawatir, nih bangunan kuat apa enggak. Jadi satu hal yang memang menjadi bahan catatan kita yang juga sangat penting adalah sebenarnya kesadaran kita untuk memulai membangun bangunan itu disesuaikan,” katanya.
Oleh karena itu, Udrekh mengatakan Indonesia bisa belajar dari Jepang khususnya dalam perspektif pembangunan ketangguhan bangunan dari gempa. “Sebenarnya dasar kita untuk membangun itu dengan struktur yang seperti apa, itu sudah ada, itu kalau kita nanti biasanya mau menambah pengetahuan ini dalam perspektif ketahanan atau ketangguhan bangunan itu sudah banyak hal-hal yang bisa kita pelajari dari sana,” ujar dia.
(Dhera Arizona)