"Yang kasih bingkisan paling banyak, nanti yang dipilih (pemudik). Sedangkan nama mereka yang sudah terdaftar tidak dapat digantikan. Ini memunculkan risiko pembatalan keberangkatan angkutan gratis," lanjutnya.
Menurut Djoko, saat ini pengawasan cukup ketat hanya dilakukan pada program yang diadakan oleh pemerintah, sedangkan penyelenggara swasta cenderung minim pengawasan.
Oleh sebab itu menurutnya, perlu sinergi dalam menyelenggarakan mudik gratis antara badan usaha dan pemerintah.
Paling tidak sinergi dalam hal pendaftaran satu pintu, sehingga seluruh penyelenggaraan mudik gratis bisa diawasi lebih ketat dan lebih mudah, terutama dalam hal kuota dan bangku kosong.
"Harus ada sanksi yang diberikan bagi pemudik yang sudah mendaftar, kemudian membatalkan tanpa memberitahu. Supaya seminim mungkin bangku kosong ketika bus diberangkatkan," tegas Djoko.
Dia menilai, diperlukan satu aplikasi yang bisa digunakan bersama agar tak ada warga yang mendaftar mudik gratis di beberapa penyelenggara mudik gratis dan menyebabkan kendaraan mudik bersama kosong.
"Jadi, siapapun yang menyelenggarakan bisa diketahui pemerintah dan tersambung dengan Kemenhub. Lewat cara itu, pengawasan gelaran mudik dan balik gratis mampu dilakukan secara optimal," tutup Djoko.
(FAY)