Menurut Rochady, selain untuk meningkatkan kekebalan tubuh, upaya imunisasi tersebut jug bertujuan untuk mengisolasi penyebaran penyakit agar tidak meluas ke tempat lain.
"Selain itu, penerapan protokol kesehatan tetap harus dilakukan karena cara penyebaran difteri ini mirip dengan COVID-19 melalui droplet, pemakaian alat makan, dan alat-alat lain secara bersamaan," terangnya.
Meski begitu, lanjut Rochady, hingga kini Jabar tidak menetapkan kasus difteri sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB baru dinyatakan di Kabupatem Garut saja.
Ketua Tim Surveilans Dinkes Jabar, Dewi Ambarwati mengatakan, sebagian warga tidak menyadari terjangkit penyakit difteri sehingga lalai dalam penanganan pertama.
"Gejala-gejalanya demam dan sakit menelan. Kemudian kalau dilihat di pangkal tenggorokannya ada selaput putih. Nah itu harus segera ditangani karena kalau terlambat, racun dari difteri itu bisa sampai ke jantung, dan itulah yang menyebabkan kematian," paparnya.
Untuk enam daerah lain yang terdapat suspek difteri, Dewi menjelaskan, Dinkes Jabar juga melakukan penanganan dengan memberikan Anti Difteri Serum (ADS), pelacakan kontak erat, dan pengambilan sampel dari suspek.
Keenam daerah itu adalah Cianjur, Tasikmalaya, Indramayu, Karawang, Bandung Barat, Kota Bogor, dan Sukabumi. "Sudah kita lakukan treatment di enam daerah tersebut, tinggal menunggu hasil laboratoriumnya," katanya.
Dewi menyampaikan, istri Gubernur Jabar, Atalia Praratya Ridwan Kamil, rencananya berkunjung ke Garut Rabu (1/3/2023) besok untuk menyampaikan belasungkawa terhadap keluarga pasien meninggal dan melakukan kampanye pentingnya vaksinasi.
(FRI)