Untuk itu, Abdulaziz menegaskan KBRI Riyadh siap dilibatkan sejak awal dalam proses penyelenggaraan haji. Termasuk dalam hal fasilitasi perizinan, negosiasi kebijakan dengan otoritas Saudi, hingga pendampingan protokol kesehatan dan keimigrasian.
“Keterlibatan KBRI sejak awal akan memperkuat diplomasi pelayanan jemaah. Banyak masalah bisa dicegah jika koordinasi lintas kementerian dilakukan secara dini,” katanya.
Dia juga menyoroti isu-isu teknis seperti perizinan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), izin akses petugas (tasreh), dan perlunya komunikasi lebih intensif dalam masa transisi menuju Badan Penyelenggara Haji (BPH).
Dubes RI memberikan sejumlah masukan strategis untuk meningkatkan mutu layanan di berbagai fase, mulai dari penetapan kloter, akomodasi, manajemen petugas, hingga distribusi logistik di Armuzna.
Ia menilai penyusunan kloter ke depan perlu mempertimbangkan aspek kebugaran jemaah. Selain itu, perlu dilakukan penataan ulang hotel jemaah di Makkah agar lebih terklaster dan terintegrasi dengan layanan syarikah.