IDXChannel - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pengembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di Indonesia tidak memerlukan programmer.
Dia mengatakan selain berbicara soal teknologi dan etik, pengembangan AI di Indonesia juga perlu membahas mengenai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dari situ dia menjelaskan SDM yang dibutuhkan dalam pengembangan AI justru bukan programmer IT.
"Programmer pasti bisa lah, programmer bukan sesuatu yang harus diciptakan. Siapa pun sekarang bisa belajar programmer secara mandiri," jelasnya saat mengisi acara diskusi Tech Talk di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Menurut dia yang paling penting itu justru menciptakan SDM dari profesi di luar programmer yang punya keinginan kuat pada pengembangan IT dan kecerdasan buatan. Misalnya saja seperti para pekerja di bidang manajemen, lingustik, dan profesi lainnya.
"Mereka-mereka itu orang-orang yang punya passion IT karena mereka itu yang nantinya punya pemikiran menciptakan AI yang mendukung pekerjaan mereka," terangnya.
Jadi menurut dia agar AI bisa berkembang di Indonesia setiap profesi justru harus punya passion IT. Dari situ mereka akan menciptakan sesuatu yang sangat bisa mendukung bisnis mereka.
"Itu yang menjadi tantangan ke depan. Jadi bukan mennyiapkan orang IT-nya sendiri. Karena orang IT tidak akan bisa masuk ke kedokteran, kuliner, dan lain-lainnya karena memang tidak tahu dunia," sambung Laksana Tri Handoko.
Di tempat yang sama Tri Laksana Handoko juga mengaku sepakat soal upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika soal Surat Edaran Menteri Kominfo tentang Pedoman Etika Kecerdasan Artifisial.
Dia menyebut kalau panduan dari Kominfo ini bisa menjaga atau mencegah potensi-potensi dampak negatif dari kecerdasan buatan.
"Terutama masalah kebijakan privasi. Saat ini itu yang paling krusial," ungkap Handoko.
Menurutnya, panduan Kominfo soal AI ini juga menjaga norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selama ini pihaknya masih terus memberikan rekomendasi kebijakan, tak terkecuali untuk AI ini.
Hanya saja Handoko tidak mau terburu-buru dalam menyikapi aturan AI di Indonesia. Sebab teknologi kecerdasan buatan itu juga bermanfaat untuk masyarakat.
"Di satu sisi kami tidak ingin terlalu mengatur, karena ini kan peluang. Banyak peluang (AI), di mana orang bisa berkreasi (dengan AI), dan lain-lain," lanjutnya.
Dia pun menyerahkan sepenuhnya apabila Kominfo membuat regulasi soal AI ke depannya. Sebab hal itu memang menjadi otoritas Kominfo.
"Jadi dasarnya kami memang memberikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan, tapi bukan kami yang membuat regulasi, harus Kominfo," imbuhnya. (NIA)