IDXChannel - Perusahaan induk Neta, Zhejiang Hozon New Energy Automobile, resmi memasuki proses pailit karena mengalami kesulitan finansial. Sejumlah diler Neta di Shanghai juga sudah mulai ditutup.
Melansir Reuters, berdasarkan platform Pengungkapan Kebangkrutan Nasional, proses pailit dilakukan oleh kreditur sejak bulan lalu. Media otomotif Paultan menyebut kreditur yang mengajukan proses kebangkrutan yaitu Shanghai Yuxing Advertising.
Petisi pailit terhadap Hozon dilayangkan dengan alasan biaya pameran yang belum dibayarkan di berbagai negara.
Sementara media berita investasi China, Bamboo Works, mengindikasikan bahwa Hozon tengah menjalani proses restrukturisasi formal yang bertujuan untuk merevitalisasi bisnis. Hal ini mencerminkan masalah mendalam yang saat ini dilanda Neta Auto.
Pengadilan sudah menerima kasus tersebut dan menunjuk seorang administrator untuk mengawasi restrukturisasi tersebut. Tapi, ada laporan yang bertentangan muncul dari Thailand.
Halaman Facebook Neta di Thailand mengunggah sebuah pernyataan pada 12 Juni 2025 lalu, yang menegaskan bahwa restrukturisasi tersebut merupakan upaya pemulihan yang dipimpin pemerintah di bawah pengawasan pengadilan.
Perusahaan menguraikan rencana untuk menarik investor strategis, merombak manajemen, dan memulai kembali produksi, penelitian dan pengembangan, serta ekspansi internasional.
Namun, seorang pemasok di Thailand meragukan pernyataan tersebut dengan mengklaim bahwa pekerja lokal telah diberhentikan pada akhir Mei 2025. Sejumlah dealer dan pemasok juga mengalami kerugian besar akibat masalah finansial yang dihadapi Neta.
Kabarnya, beban keuangan Hozon cukup besar, dengan utang yang mencapai hampir 10 miliar yuan (sekitar Rp22,7 triliunan). Upaya sebelumnya untuk mengubah utang menjadi ekuitas dan mengamankan pendanaan baru hanya menunjukkan sedikit kemajuan.
Di tengah keuangan Neta yang bermasalah, laporan terpisah dari Bangkok Post mengindikasikan bahwa produsen mobil China itu mungkin harus membayar kembali subsidi jika mereka gagal mematuhi ketentuan subsidi, seperti dikatakan wakil menteri keuangan Thailand Paopoom Rojanasakul.
(Febrina Ratna Iskana)