Sebelumnya, Pemerintahan Biden berpendapat bahwa TikTok dapat digunakan oleh China sebagai alat untuk memata-matai dan memanipulasi politik. Di sisi lain, para penentang larangan tersebut mengutip kebebasan berbicara sebagai alasan untuk tetap membuka platform tersebut.
Perusahaan induk TikTok, ByteDance, sebelumnya mengabaikan undang-undang yang mengharuskannya menjual operasinya di AS untuk menghindari larangan. Undang-undang tersebut ditegakkan oleh Mahkamah Agung pada hari Jumat dan mulai berlaku pada hari Minggu.
Tetapi pejabat yang mewakili Biden mengatakan akan menyerahkan penerapan undang-undang tersebut kepada pemerintahan yang akan datang. Adapun Trump telah mendukung pelarangan platform tersebut selama masa jabatan pertamanya.
Pada periode kedua, sikap Trump terhadap TikTok mulai melunak. Namun, dia juga mendapatkan pertentangan dari anggota kongres dan partainya.
Senator Republik Tom Cotton dalam sebuah posting di X, mengatakan setiap perusahaan yang menjadi tuan rumah, distributor, melayani, atau memfasilitasi TikTok yang dikendalikan komunis dapat menghadapi denda ratusan miliar dolar AS.
Cotton mengatakan tanggung jawab tidak hanya dari Departemen Kehakiman, tetapi juga berdasarkan hukum sekuritas, tuntutan hukum pemegang saham, dan jaksa agung.
Kepala eksekutif TikTok Shou Zi Chew menghadiri pelantikan Trump pada hari Senin bersama dengan bos teknologi besar lainnya, termasuk Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos.
Elon Musk menjadi salah satu pengusaha yang tertarik membeli TikTok. Pengusaha, miliarder, dan selebritas AS lainnya juga telah menyatakan minatnya untuk membeli TikTok, salah satunya seorang investor dari acara TV Shark Tank, Kevin O'Leary.
(Febrina Ratna Iskana)