Baru Diterbitkan, Ini Poin Penting POJK Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022
IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (POJK BPRS).
Penerbitan aturan ini merupakan upaya kontribusi industri perbankan pada pertumbuhan ekonomi nasional, dengan mendorong konsolidasi pada BPRS.
Aturan baru tersebut merupakan penyempurnaan dari aturan sebelumnya yakni, POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang BPRS yang menekankan pada penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah melalui pendirian BPRS secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien, serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat.
Direktur Humas OJK Darmansyah menjelaskan, aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS yang disempurnakan meliputi, pendirian BPRS, perizinan pendirian BPRS, kepemilikan dan perubahan modal, serta Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan Pejabat Eksekutif.
Aspek lainnya yang juga disempurnakan yakni, kegiatan usaha BPRS, jaringan kantor, sinergi BPRS, dan Cabut Izin Usaha (CIU) atas permintaan pemegang saham.
“Penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup pendirian BPRS baru, penyesuaian zona pendirian BPRS, penyesuaian persyaratan modal disetor minimum, dan perubahan izin usaha Bank Umum Syariah (BUS) atau Bank Umum Konvensional (BUK) menjadi BPRS,” kata Darmawan dalam keterangan resminya, Senin (9/1/2023).
Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari, percepatan jangka waktu pemberian persetujuan prinsip dan izin usaha, penempatan modal disetor, penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain yang dimiliki oleh calon pemegang saham pengendali BPRS, serta kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.
Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.
“Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut, dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat,” ungkap Darmawan.
Lebih lanjut, dalam upaya perlindungan konsumen, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.
Adapun implementasi POJK BPRS ini diharapkan dapat mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS bagi perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional.
(DES)