Meneropong Mandat Baru LPS dalam Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi langkah awal Indonesia mereformasi sektor keuangan.
IDXChannel - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) resmi berlaku pada Desember 2022 lalu.
UU anyar tersebut menjadi langkah awal Indonesia dalam melakukan reformasi di sektor keuangan. Tentunya ada mandat baru yang harus dijalankan oleh para punggawa pengaman di sektor keuangan RI seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Indonesia (BI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun LPS mendapat sejumlah peran baru antara lain pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, Penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), Pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.
Jika ditelisik lebih jauh, tujuan keberadaan LPS yang sebelumnya hanya menjamin dan melindungi dana masyarakat di bank, kini diperluas menjadi menjamin dan melindungi dana masyarakat di bank dan di perusahaan asuransi
Kemudian fungsi, tugas, dan wewenang LPS juga diperluas sebagai konsekuensi dari perlindungan dana masyarakat di perusahaan asuransi, berupa kewenangan melakukan penjaminan polis asuransi dan melakukan penanganan terhadap perusahaan asuransi yang bermasalah.
Untuk fungsi resolusi bank, LPS kini memiliki tugas berupa risk minimizer dalam hal pemeriksaan bank dan penempatan dana.
Secara kelembagaan, organ LPS turut menyesuaikan dengan adanya penambahan Anggota Dewan Komisioner (ADK) di bidang program penjaminan polis dan hadirnya Badan Supervisi LPS.
Anggota DK LPS ini terdiri atas Ketua DK merangkap anggota, anggota DK yang membidangi program penjaminan dan resolusi bank, dan anggota DK yang membidangi program penjaminan polis.
Perubahan struktur organisasi itu berlaku efektif mulai 11 Juli 2023. Berikut adalah susunan Dewan Komisioner LPS berdasarkan struktur organisasi LPS yang baru :
1. Ketua Dewan Komisioner LPS : Purbaya Yudhi Sadewa.
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS : Lana Soelistianingsih
3. Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank : Didik Madiyono
4. Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis : (diangkat paling lambat pada tahun 2027)
5. Anggota Dewan Komisioner (Ex-Officio) Kementerian Keuangan : Luky Alfirman
6. Anggota Dewan Komisioner (Ex-Officio) Bank Indonesia : Destry Damayanti
7. Anggota Dewan Komisioner (Ex-Officio) Otoritas Jasa Keuangan : Dian Ediana Rae
Dari sisi penjaminan, LPS juga mendapatkan kewenangan untuk menjamin simpanan kelompok nasabah tertentu dan melaksanakan penjaminan simpanan atas penempatan dana milik pemerintah.
Ihwal kewenangan melakukan penempatan dana pada bank untuk mendukung pemulihan ekonomi, LPS sebelumnya mendapatkan kewenangan ini secara temporer melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020. Kini melalui UU P2SK, kewenangan tersebut dibuat permanen dan dapat dilakukan kapanpun manakala diperlukan.
Selanjutnya, dari sisi resolusi terdapat perubahan nomenklatur mengenai status pengawasan bank, serta adanya tambahan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi LPS dalam menentukan opsi resolusi.
Pengaturan pada program restrukturisasi perbankan juga diperkuat pada bagian perpajakan dengan adanya pengecualian terhadap ketentuan pasar modal dan UU Perseroan Terbatas.
Terakhir, mandat baru yang cukup signifikan yaitu terkait program penjaminan polis. Sesuai dengan amanat UU P2SK, nantinya LPS tak hanya menjamin dana masyarakat yang ada di bank tapi juga dana masyarakat di perusahaan asuransi.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, pihaknya tengah mengebut penyiapan roadmap sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU P2SK.
Pada 2023, LPS menargetkan adanya desain struktur organisasi, identifikasi kebutuhan SDM, penyusunan proses bisnis dan penyusunan tata kelola dan kebijakan untuk Program Penjaminan Polis (PPP).
Kemudian LPS akan melanjutkan penyelesaian peraturan turunan UU P2SK dan pengembangan kompetensi SDM untuk PPP pada 2024.
Sepanjang 2025-2027, LPS akan melakukan pengembangan IT untuk PPP, penyiapan infrastruktur lainnya, dan penyiapan SDM. Terakhir di 2028, PPP ditargetkan berlaku efektif dan LPS telah siap untuk menyelenggarakannya.
"Sepanjang 2026-2027, LPS menargetkan semua proses sudah selesai dan siap untuk menjalankan PPP,” jelas Purbaya dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi XI DPR-RI bersama dengan para pimpinan LPS pada Selasa, 31 Januari 2023.
Menurut Anggota Komisi XI DPR-RI Misbakhun, LPS akan sanggup menopang amanat baru tersebut lantaran selama pandemi Covid-19 bank-bank secara umum mampu membukukan kinerja yang baik seiring dengan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) yang terjaga.
"Walaupun dalam kondisi turbulence masih mampu menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan sekaligus berkontribusi positif dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kinerja perbankan semakin meningkat, aset perbankan juga terus bertambah serta semakin sedikitnya bank yang ditutup," ucap Misbakhun dalam Raker yang sama.
Adapun LPS Pertahankan Opini Wajar dalam Semua Hal yang Material sebanyak 9 kali berturut-turut sejak 2014 hingga 2022. Sepanjang 2022 itu hanya terdapat 1 BPR yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi yaitu PT BPR Pasar Umum yang berada di Bali.
Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS pun mencakup minimal 90% dari seluruh nasabah penyimpan. Cakupan penjaminan per Desember 2022 berada pada level memadai, yaitu sebesar 99,9% dari total rekening dijamin penuh.
Data unaudited per 31 Desember 2022, total aset yang dimiliki LPS sebesar Rp186,75 triliun. Jumlah aset ini meningkat 15,27% dari 31 Desember 2021.
Aset LPS berupa investasi sebesar Rp180,47 triliun seluruhnya adalah Surat Berharga Negara (SBN) yaitu SBN rupiah sebesar Rp178,51 triliun yang terdiri dari SBN konvensional Rp145,96 triliun (80,88%) dan SBN Syariah Rp32,1 triliun (18,12%). Juga terdapat investasi berupa SBN valas sebesar USD116 juta (ekuivalen Rp1,8 triliun).
Era Baru Perlindungan Konsumen
LPS mulai menjalankan mandatnya dalam penjaminan polis asuransi pada Januari 2028 atau berlaku 5 tahun sejak UU PPSK diundangkan.
Sesuai UU tersebut, LPS merupakan penyelenggara PPP untuk melindungi pemegang polis dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami pailit.
Dalam hal ini, LPS hanya melindungi nasabah asuransi bukan menyelamatkan perusahaan asuransi yang bermasalah. Nantinya, setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis, dengan memiliki tingkat kesehatan tertentu.
"Dalam penyelenggaraan PPP, perusahan asuransi yang akan mengikuti program, adalah perusahaan asuransi yang dinyatakan sehat, dan untuk mengetahui sehat atau tidaknya dan perusahaan asuransi tersebut LPS akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," terang Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam siaran pers yang dipublikasikan LPS.
Namun ada risiko gugatan yang mesti dihadapi LPS saat melakukan likuidasi terhadap perusahaan asuransi yang bermasalah. Pasalnya, setelah likuidasi seluruh aset perusahaan asuransi itu akan masuk ke LPS.
Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih menilai, pihaknya membutuhkan dukungan dari para penegak hukum seperti Mahkamah Agung (MA) dalam memahami peran dan fungsi baru lembaga tersebut.
"Nah di situ mulai ada gugatan. Setidaknya penegak hukum memahami tambahan peran dan fungsi kami di UU P2SK. Sehingga jika ada gugatan hukum kepada LPS atau sebaliknya diharapkan proses penanganan bisa cepat diselesaikan mulai dari tingkat pengadilan negeri sampai kasasi," jelas Soelis adlam sosialisasi dan dikskusi fungsi, tugas dan wewenang LPS bersama jajaran MA pada 23 Juni 2023.
Sementara itu, Pengamat asuransi Abitani Taim Kupasi menilai Penjaminan Polis Asuransi merupakan hal baru yang sangat berbeda dari Penjamin Simpanan. Sebab, produk-produk asuransi itu sangat bervariasi dengan risiko yang bermacam ragam pula. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi LPS.
Belum lagi penerapan tata kelola dan tingkat kepatuhan perusahaan asuransi belum sematang dan seketat perbankan. Namun demikian, ia meyakini adanya program Penjaminan Polis Asuransi sebagai salah satu upaya dalam menyelesaikan sengkarut masalah asuransi di dalam negeri.
Stabilitas Sistem Keuangan bakal semakin kokoh dan peran industri jasa keuangan akan semakin kuat dengan adanya UU PPSK. "Kita harus jujur dengan kehadiran UU P2SK kita berharap peran industri jasa keuangan akan semakin kuat. Ini merupakan salah satu upaya pemerintah dan DPR untuk melindungi konsumen, tapi tidak bisa dianggap sebagai solusi dari segala macam masalah," ucapnya saat dihubungi IDX Channel, Rabu (30/8/2023).
(DES)