OJK Susun Aturan Pembiayaan untuk UMKM
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Akses Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (RPOJK UMKM).
IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Akses Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (RPOJK UMKM).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK Dian Ediana Rae mengatakan, RPOJK UMKM nantinya akan berlaku bagi bank dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).
"RPOJK ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM dalam seluruh tahapan pembiayaan yang dilakukan oleh Bank dan LKNB, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas usahanya," kata Dian dalam jawaban tertulis Selasa (29/4/2025).
Adapun beberapa aspek kemudahan akses pembiayaan UMKM antara lain dilakukan melalui penetapan kebijakan khusus, penyusunan skema pembiayaan menyesuaikan karakteristik bisnis UMKM, maupun percepatan proses bisnis dalam penyaluran pembiayaan UMKM.
Selain itu, OJK juga telah melaksanakan program-program dalam rangka mendorong akses pembiayan UMKM seperti Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Bangga Berwisata di Indonesia (Gernas BBI-BBWI); Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR); Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (KPSP); dan Business Matching.
Sinergi dan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait juga sangat dibutuhkan dalam rangka membina dan membimbing pelaku usaha UMKM agar dapat menjaga keberlangsungan usaha.
Dia menuturkan, terdapat beberapa ketentuan prudensial perbankan yang dapat mendorong penyaluran kredit kepada segmen UMKM, antara lain penetapan kualitas Aset Produktif dapat hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar) untuk kredit kepada debitur UMKM dengan plafon sampai dengan Rp25 miliar, bagi bank yang memenuhi kriteria tertentu.
Selain itu, dalam perhitungan rasio Kewajiban Penyediaan Minimum Bank (KPMM), kredit UMK dan ritel dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang relatif rendah (45 persen–85 persen) dibandingkan dengan kredit korporasi tanpa peringkat yang dikenakan bobot risiko sebesar 100 persen.
(kunthi fahmar sandy)