BANKING

Pengembang Akui 25 Persen Calon Konsumen Gagal Ajukan KPR Gara-Gara SLIK OJK

Iqbal Dwi Purnama 05/05/2025 15:15 WIB

Sekira 25 persen calon konsumen perumahan gagal mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akibat terganjal Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.

Pengembang Akui 25 Persen Calon Konsumen Gagal Ajukan KPR Gara-Gara SLIK OJK. (Foto Istimewa)

IDXChannel - Real Estate Indonesia (REI) menyatakan, sekira 25 persen calon konsumen perumahan gagal mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akibat terganjal Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Relatif banyak ya, kalau kami melihatnya hampir di atas 25 persen memang konsumen yang terganjal," ujar Ketua Umum DPP REI Joko Suranto saat dihubungi IDXChannel, Senin (5/5/2025).

Joko menerangkan, kondisi ini didasarkan oleh beberapa faktor. Misalnya, calon konsumen dengan riwayat kredit buruk dan tidak lolos SLIK OJK karena memang mendapatkan hukuman atas kredit macet sebelumnya.

Namun, kata dia, ketika masyarakat pun sudah melunasi kredit macet tersebut tidak serta merta menghilangkan catatan buruk di SLIK OJK. Hal inilah yang membuat masyarakat sulit kembali mengajukan kredit jika punya riwayat buruk.

"Misalnya jangka waktu ketika menunggak, kemudian diselesaikan, setelah dua tahun mestinya bisa dibersihkan. Sehingga yang namanya orang mendapatkan hukuman, mestinya kan ada jangka waktu," kata Joko.

"Kalau ini (SLIK OJK) kan tetap terdata, tetap menghantui yang akhirnya merugikan akses orang untuk mendapatkan pembiayaan seperti kredit rumah," ujar dia.

Selain itu, masih banyak masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Mereka mengambil pinjaman untuk bertahan hidup atau menjalankan usahanya, namun pada akhirnya menjadi catatan di SLIK OJK.

Joko berharap, data waktu pengajuan kredit terutama saat pandemi Covid-19 punya mekanisme penyelesaian khusus. Sehingga, antara kreditur dan debitur bisa punya ruang khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Kita tahu dulu pada saat pandemi (Covid-19), semua sektor hampir melakukan restrukturisasi, bahkan yang tidak melakukan restrukturisasi juga direstrukturisasi, itu mestinya ada koridornya terkait itu," kata Joko.

"Prinsipnya, OJK harus bisa memberikan jalan mereka yang mendapatkan masalah, koridornya seperti apa, itu harus jelas, sehingga ada action strategic yang terukur," ujarnya.

(Dhera Arizona)

SHARE