ECONOMIA

Interview with Leaders Inarno Djajadi: Tetap Yakin di Masa Challenging

Taufan Sukma/IDX Channel 31/08/2023 09:49 WIB

investor harus cerdas dan bijak dalam memilih saham-saham yang bakal dikoleksi.

(Interview with Leaders) Inarno Djajadi: Tetap Yakin di Masa Challenging (Foto: Dok IDX Channel)

IDXChannel - Seorang penulis muda yang juga kerap mengisi kelas motivasi, Joshua J. Marine, dikenal luas lewat kutipannya tentang sebuah tantangan hidup.

Secara epik, Josh menyebut bahwa "Challenges are what make life interesting and overcoming them is what makes life meaningful." Bahwa meski banyak ditakuti, faktanya sebuah tantangan adalah apa yang membuat hidup itu menarik, dan cara kita dalam mengatasinya adalah apa yang membuat hidup jadi lebih bermakna.

Kutipan ini tiba-tiba terlintas di pikiran, saat Tim Redaksi IDXChannel berkesempatan mewawancarai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.

Dalam perbincangan di kantornya, Inarno mengakui bahwa terhitung saat ini hingga tahun depan, kondisi perekonomian dalam negeri banyak dikhawatirkan bakal cukup tertekan, jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2024 mendatang.

Namun, alih-alih diliputi rasa khawatir, Inarno justru memilih untuk tetap optimistis, sembari memandang tantangan yang membentang sebagai peluang bagi industri pasar modal nasional untuk berkembang lebih maksimal.

Berikut ini sebagian dari hasil wawancara kami, yang kami rangkum dalam format tanya-jawab. Wawancara ini juga sekaligus dalam rangka Bulan Pasar Modal (Capital Market Month/CMM) yang berlangsung di sepanjang Bulan Agustus 2023 ini.

Bagaimana Bapak dan tentunya OJK sebagai lembaga yang diantaranya juga membawahi industri pasar modal nasional, melihat kondisi di 2023 ini? Seperti apa peluang dan tantangan yang ada di pasar?

Saya melihat secara peluang cukup bagus. Tentu bicara soal tantangan, ada penyelenggaraan Pilpres dan segala macamnya. Tentu sebagian (pihak) ada kekhawatiran, tapi kita bisa melihat bahwa dari sisi historis, di setiap gelaran Pilpres semacam ini, kita terbukti bisa melaluinya dengan baik. Sehingga dari segi pencapaian target, kami masih optimistis. Dari segi fund raising dan lain-lain, kami masih optimistis bakal tercapai sesuai harapan.

Apa saja faktor pendorong yang tersedia di 2023 ini, sehingga Anda bersama OJK demikian optimistis melihat peluang yang ada?

Ada banyak faktor pendorong yang ada di market. Dari sisi kinerja sektoral, misalnya, ada beberapa kinerja sektoral yang menopang pasar modal kita di sepanjang tahun ini. Seperti terkait harga komoditas yang cukup baik, sehingga mengangkat kinerja saham yang bersangkutan.

Lalu juga ada saham-saham teknologi yang cukup growth di tahun ini. Walau pun saat ini memang bisa kita lihat terjadi koreksi, tapi growth yang ada masih cukup mendorong pasar modal kita tahun ini.

Dengan kuatnya penopang tersebut, kita coba cek dari sisi target yang telah dicanangkan sejak awal tahun. Dari target tersebut, sejauh mana realisasinya hingga saat ini? Apakah masih yakin bahwa target itu bakal mampu dicapai di akhir tahun?

Kita punya target, pertama itu soal fundraising, yang semula dipatok sebesar Rp170 triliun hingga akhir tahun. Dalam perjalanannya, dengan dinamika dan perkembangan yang ada di market, target itu kami revisi menjadi Rp200 triliun untuk satu tahun di 2023 ini.

Dari target tersebut, sampai Agustus 2023 kita bisa lihat capaiannya cukup baik dan sesuai dengan yang kita harapkan. Per Agustus ini kita sudah realisasikan fund raising sekitar Rp168 triliun. Dari (capaian) itu, kami optimistis. Tentu, kami tidak sedang ingin mengubah lagi target yang ada, namun kami yakin bahwa goals di Rp200 triliun itu bakal benar-benar bisa kita wujudkan di akhir tahun.

Oke optimisme itu coba Bapak bangun dengan melihat sekian banyak peluang yang sudah Bapak jelaskan tadi. Tapi bila dikaitkan dengan tantangan yang dirasakan sepanjang merealisasikan capaian Rp168 triliun tersebut, apa saja? Adakah pemberat-pemberat yang benar-benar dirasakan dan itu berpengaruh secara kinerja?

Bicara tantangan, akan selalu ada. Seperti soal perubahan ekonomi dunia yang bergerak demikian cepat, sehingga kondisi itu cukup berpengaruh terhadap rencana IPO (Initial Public Offering/Penawaran Umum Perdana Saham) yang sedianya bakal dilakukan di kita.

Tentu untuk IPO-IPO dengan size yang besar, akan cukup mempertimbangkan bagaimana kondisi yang ada di luar (negeri). Namun, bagusnya, sampai sejauh ini kita sudah berhasil mencapai Rp168 triliun. Dengan kita melihat dari sisi pipeline bahwa masih cukup banyak perusahaan yang siap IPO, maka mungkin saja target Rp200 triliun bakal terlampaui. Tapi tentu kita juga ingin tetap menjaga kehati-hatian, sehingga cukup mengejar target Rp200 triliun saja, agar benar-benar bisa tercapai di akhir tahun.

Melanjutkan penjelasan Bapak soal IPO dan pipeline, kita bisa melihat bahwa ada keluhan di masyarakat yang menilai bahwa pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), pihak regulator, seperti kurang melakukan filter, sehingga seolah-olah siapa saja boleh melakukan IPO, yang kemudian berdampak pada munculnya istilah 'saham-saham mini' atau 'saham-saham mungil', bagaimana komentar Bapak?

Ya, kami juga sudah banyak mendengar (keluhan) itu. Jadi yang perlu diingat adalah bahwa pasar modal ini tidak hanya untuk emiten-emiten besar. Bahwa kita juga harus bisa menaungi dan mengangkat perusahaan-perusahaan yang berada di skala menengah, untuk bisa juga mengambil manfaat dari pasar modal.

Karena itu, kami kemudian buat aturan-aturan yang memungkinkan, bahwa tidak hanya ada papan utama, melainkan juga papan pengembangan maupun papan akslerasi yang bisa mewadahi perusahaan-perusahaan skala menengah itu tadi.

Jadi Bapak ingin katakan bahwa sebenarnya sudah ada kategorisasinya, baik itu terkait emiten-emiten yang ada di papan utama, papan pengembangan dan papan akslerasi begitu?

Ya, tepat sekali. Sudah ada kategori-kategorinya, sehingga investor tinggal melihat dari situ.

Lalu bagaimana tentang literasi dan edukasi di pelaku pasar, bahwa kerap kali untuk hal-hal yang berkaitan dengan ketelitian melihat kategori, soal mencari informasi lebih dalam, ini masih kurang di kalangan investor kita?

Itu lah masalahnya. Sehingga memang harus dipahami bahwa tingkat literasi ini memang harus terus ditingkatkan. Karena jangankan di pasar modal, investasi di sektor riil pun kita juga harus meneliti.

Sebagai contoh saja, misal kita ingin mendirikan sebuah warung kecil. Tentu kita akan melihat, itu jalan di depannya kok ternyata jalan buntu, atau tidak banyak orang lewat, maka tentu kita kan tidak mungkin untuk langsung berharap warung itu tadi bakal ramai.

Sama juga dengan yang terjadi di pasar saham. Kita juga harus membuat sebuah analisa, sehingga bisa membantu kita dalam memilih saham yang mau kita beli. Bisa dari sisi fundamentalnya, atau dari timing kapan kita harus beli, itu bisa dilihat menggunakan analisa teknikal. Silakan (analisa) itu dipakai.

Jadi memang bagaimana pun investor harus cerdas dalam memilih saham-saham yang bakal dikoleksi, ya Pak?

Ya, tentu saja kita harus cerdas dalam memilih. Misalkan saja saat ini kita sedang di tengah-tengah pasar, lalu kita ditawari ada jenis cabe yang kualitas dua, atau seperti apa gitu, nah tentu sebagai pembeli kita harus tahu, sehingga bisa memilih dengan bijak dan cerdas.

Oke semoga penjelasan Bapak ini bisa menjawab kekhawatiran para investor ritel, terutama yang baru saja terjun ke investasi saham. Dari sini Saya coba ingin membahas soal penambahan investor ritel. Per Juli 2023 lalu investor kita tercatat sudah 11 juta investor, ke depan mau seperti apa lagi

Soal (jumlah investor) itu memang juga sudah masuk dalam peta jalan (roadmap) kita ke depan, bahwa samapi 2027 mendatang kita targetkan jumlah investor bisa mencapai 20 juta investor. Tentu target itu tidak bisa dibelah sama rata dalam lima tahun ke depan, karena tentu kondisi yang ada setiap tahun pasti berbeda-beda. Seperti yang terjadi saat ini, bahwa ada sedikit perlambatan, namun kita bisa bilang bahwa growth itu masih berjalan cukup baik.

Tahun depan mungkin seperti kita tahu ada Pilpres dan segala macamnya, tapi kita berharap setelah pemilihan dilakukan, selanjutnya semoga akan lebih baik lagi. Tentu untuk mengejar target itu, ada beberapa hal yang telah kita lakukan, dan akan selalu kita lakukan, yaitu sinergi dan bekerjasama dengan seluruhstakeholder untuk melakukan sosialisasi dan edukasi pasar modal.

Lalu berikutnya adalah distribusi channeling. Kita bangun channeling dengan perusahaan-perusahaan fintech, karena melalui ini kami yakin bakal lebih bisa mencapai sampai pelosok-pelosok.

Lalu selain itu juga soal simplifikasi pembukaan rekening. Kita tahu sebelumnya kita membutuhkan waktu cukup panjang dalam pembukaan rekening saham. Mungkin untuk sampai ke daerah pelosok, bisa sampai dua minggu waktu yang dibutuhkan. Dengan menggunakan teknologi, saat ini kita bisa membuat rekening dengan waktu di bawah satu jam.

Selanjutnya, kita juga mendorong adanya perusahaan efek daerah, yang standarnya itu less daripada PE (price earning ratio), dan ini tersebar di daerah-daerah.

Lalu, inisiatif kita yang sudah berjalan yaitu electronic IPO atau e-IPO. Dulu sebelum ada e-IPO, tentu yang diuntungkan adalah investor-investor di kota-kota besar, seperti di Surabaya, di Jakarta, karena dengan mudah bisa melakukan transaksi. Bagaimana kemudian dengan masyarakat yang ada di daerah pelosok? Nah sekarang dengan e-IPO, mereka kini punya opportunity yang sama.

Baik, target 20 juta investor sudah dicanangkan. Strategi juga sudah dipaparkan, tapi coba kita kembali ke size IPO tadi Pak. BEI kita tahu berharap agar dapat menggandeng emiten-emiten dengan capitalization yang besar. Tapi emiten jumbo ini juga bisa mempengaruhi laju dari IHSG sendiri, bagaimana OJK melihat hal ini?

Baik, coba kita jelaskan. Bahwa secara prinsip kami tidak akan membatasi perusahaan apa pun, dengan size yang seperti apa pun, untuk masuk ke pasar modal kita. Tentu kita punya target nilai fundraising yang harus dikejar. Kita juga ingin mengajar agar perusahaan-perusahaan besar di Indonesia dapat lebih transparan lewat go public. Tapi tetap kita tidak membeda-bedakan siapa emitennya yang akan masuk.

Saya tahu bahwa kemarin ketika harga saham GOTO turun, sebagian ada yang mengeluh karena IHSG jadi ikut terpengaruh. Tapi Saya melihatnya bahwa untuk emiten kategori big caps, konsekuensinya memang demikian. Lalu kita kemudian bicara soal perlindungan investor, gitu kan. Maka kuncinya seperti yang Saya bilang tadi, bahwa investor itu perllu cermat. Perlu jeli terkait saham apa saja yang mau dipilih.

Misal kita bicara saham teknologi, itu memang sifatnya demikian. Bisa naik cepat, tapi juga bisa turun dengan cepat. Dan itu tidak hanya terjadi di indonesia. Di level internasional pun demikian. Sebut saja Grab, atau misal amazon, juga begitu karakter pergerakan sahamnya.

Jadi balik lagi, bahwa itu semua ada pilihan. Apakah investor mau yang relatif aman melalui saham-saham big caps yang growthnya lebih bisa diprediksi, atau mau yang bisa naik tinggi tapi risikonya bisa juga turun banget.

Semua itu pilihan ada di investor. Silakan disesuaikan dengan profil risiko masing-masing. yang pasti dari kami di OJK, soal perlindungan konsumen juga tetap dijalankan, dan bahkan terus diperkuat.

(TSA)

SHARE