IDXChannel - "True life is lived when tiny changes occur." Kalimat singkat penuh makna itu disampaikan oleh sastrawan besar asal Rusia, Lev Nikolayevich Tolstoy, atau yang lebih dikenal dengan nama Leo Tolstoy.
Menurut sosok moralis yang hidup di awal abad 19 tersebut, kehidupan sejati lahir dan dibangun dari adanya perubahan, bahkan dari sebuah perubahan kecil sekali pun.
Sebaliknya, dengan tanpa adanya perubahan, kehidupan manusia dinilai Tolstoy menjadi sangat datar, sehingga tidak akan terasa 'hidup'.
Dalam bahasa yang lebih kekinian, petuah Tolstoy ini sama dan sebangun dengan semangat seseorang untuk keluar dari zona nyaman, demi mengejar capaian baru, sehingga tidak terjebak dalam satu titik capaian yang sudah usang.
Semangat yang sama, boleh jadi, sedang digelorakan oleh PT Indonesian Paradise Property Tbk dalam beberapa tahun terakhir.
Berbekal rekam jejak manis di bisnis pengelolaan pusat perbelanjaan, perusahaan berkode saham INPP tersebut justru mengejutkan publik dengan merambah masuk hunian.
Sebuah pilihan yang bisa dibilang kurang lazim dalam ekosistem industri properti nasional. Lalu mengapa pilihan tersebut diambil? Apa target dan misi yang mendasarinya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim redaksi idxchannel.com berkesempatan berbincang langsung dengan Chief Executive Officer (CEO) sekaligus Presiden Direktur INPP, Anthony Prabowo Susilo, di kantornya, di Bilangan Jakarta Selatan.
Berikut ini sebagian hal penting yang kami bahas dalam perbincangan tersebut.
Q: Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan untuk berbincang dengan Bapak. Sebuah pertanyaan awal, mengapa tertarik mengubah bisnis ke bisnis hunian? Apakah bisnis sebelumnya di perkantoran dan pusat perbelanjaan dirasa sudah tidak menjanjikan?
A: Mungkin lebih tepatnya bukan mengubah, tapi menyempurnakan. Melengkapi. Jadi ini bagian dari perjalan evolusi perusahaan kami. Dulu kami masuk ke bisnis pusat perbelanjaan juga hasil dari evolusi.
Kalau kita bicara 20 tahunan lebih perjalanan INPP, itu 10 pertama justru kami masih sepenuhnya bergerak di dunia perhotelan. Belum ke (bisnis) pusat perbelanjaan. Lalu di 2010 sampai 2017, selain (berbisnis) hotel kami juga masuk ke pusat perbelanjaan dan perkantoran.
Baru kemudian di 2017 kami mulai mengembangkan bisnis ke property sales (penjualan produk hunian). Jadi ini adalah menambah (lini bisnis), bukan mengubah. Kami berusaha melengkapi apa yang sudah menjadi kekuatan kami, yaitu development operation.
Jadi lebih pada bagaimana kita get more from what we developed.
Q: Lalu bagaimana dengan karakteristik bisnis yang berbeda, dan bahkan mungkin berkebalikan? Bagaimana INPP menyesuaikan diri dengan karakter bisnis properti yang high invest dan cenderung long term?
A: Sebenarnya tidak berkebalikan juga. Di industri perhotelan, mungkin karakternya hampir mirip, dan bisa dibilang kami punya kelebihan di sana. Memang secara omzet mayoritas kami dapatkan dari pusat perbelanjaan, namun bukan berarti kami tidak pernah berinvestasi secara jangka panjang.
Justru dengan juga masuk ke segmen hunian ini, kami jadi punya rencana yang lebih tinggi lagi, yaitu masuk ke pasar mixed-use.
Pada dasarnya, selama ini kami bisa pastikan kinerja kami di pusat perbelanjaan dan perkantoran tidak pernah turun. Profit di sana terjaga dengan sangat baik. Hanya saja kami ingin tambahkan lagi bisnis ketiga, yaitu property sales.
Kenapa? Karena ketiganya ini pada dasarnya bisa saling bersinergi dan saling menguatkan. Kinerja pengelolaan pusat perbelanjaan yang bagus juga akan memberi energi positif ke hunian maupun perhotelan yang dibangun di atasnya.
Maka kalau ditanya bagaimana strategi kami dalam menyesuaikan diri di bisnis property sales, yaitu menarik ability yang ada di bisnis (perbelanjaan) untuk juga memperkuat kinerja kita di sektor ini.
Q: Lalu soal long term investment tadi?
A: Ya, sama juga. Kami kelola bagaimana agar masing-masing bisnis ini bisa saling menguatkan. Seperti Anda bilang investasi di hunian bisa dibilang long term. Maka untuk kebutuhan (pemasukan) di short term kami mengandalkan kinerja dari pusat perbelanjaan dan perkantoran.
Sebaliknya, kita kan juga tidak bisa 'main pendek' terus. Bagaimana pun kita tetap perlu yang namanya long term investment. Nah (kebutuhan) itu kami penuhi dari (hasil bisnis) property sales tadi.
Jadi ini kan sebenarnya lebih seperti kita berlari. Ada yang namanya lari jarak pendek atau sprint, ada juga marathon yang jaraknya lebih jauh. Kita tidak bisa bilang mana yang lebih baik dan mana yang tidak baik. Sesuai kebutuhan saja, dan lalu bagaimana kita menyesuaikan di sisi manajerialnya.
Bahkan, kalau Anda bilang berinvestasi di hunian itu lebih long term, Saya pikir nggak juga. Sejak awal masuk ke bisnis (hunian) ini di 2017, target kami ke depan bisa menyumbang sekitar 30 sampai 35 persen terhadap total revenue perusahaan. Dan per 2022 kami sudah mencapai 25 persen.
That was only about five years ago. Itu pun dengan sudah tertunda dua tahun di tengah masa pandemi. Jadi selahi strategi pengelolaannya tepat, kami yakin (bisnis hunian) ini sangat prospektif.
Q: Dengan sekarang sudah mulai masuk ke bisnis properti, INPP sudah mulai menggarap hunian vertikal, apakah selanjutnya juga akan masuk ke ceruk pasar landed house? Mana yang lebih menguntungkan dan prospeknya cerah menurut INPP?
A: Sebelum kita bicara opportunity, tentu kita juga harus kesempatan yang ada di depan kita seperti apa. Percuma kan kalau kita berandai-andai untuk barang yang tidak ada.
Ketika bicara soal masuknya INPP ke bisnis property sale, Anda tahu background kami cukup dekat dengan bisnis perhotelan. Rekan bisnis kami, jejaring ekosistem yang kami punya, sampai development skill kami lebih banyak ke hunian vertikal.
Namun, tentu kami tidak mau menutup diri. Misal dalam satu dua hingga tiga tahun ke depan kami menemukan opportunity (di bisnis landed house), kenapa tidak? Kami tentu akan berhitung soal feasibility bisnisnya seperti apa. Peluang keuntungannya bagaimana. Worth it nggak misal kita masuk ke sana. Kalau semua oke, tentu sebagai pebisnis, pantang untuk menyia-nyiakan peluang yang ada di depan mata.
Q: Tapi kalau kita bicara soal prospek bisnis dalam jangka menengah sampai jangka panjang di bisnis landed house, dengan tentunya ketersediaan lahan semakin terbatas, apakah menurut INPP masih cukup menjanjikan?
A: Kan salah satu hukum bisnis itu, sesuatu yang rare gitu, stoknya terbatas, justru semakin banyak dicari. Artinya harga makin bagus, dan tentunya secara bisnis cukup menjanjikan.
Apalagi setelah kita lepas dari tekanan pandemi, di saat orang sudah mulai berani spending the money, ketika kita bicara investasi properti, tentu orang akan merasa lebih comfort, lebih merasa tenang, ketika bisa pegang SHM (sertifikat hak milik untuk produk landed house).
Tapi di luar itu, kita kan juga bicara tentang tren urbanisasi. Dunia terus bergerak, orang makin banyak, sehingga hunian vertikal jadi menemukan valuenya.
Di negara-negara besar, misal di Amerika Serikat, tingkat urbanisasinya sudah mencapai 80 persen. Tapi kalau kita bicara pasar Asia, mungkin baru setara 50 sampai 60 persen, jadi trennya masih akan terus maju. baru akan menuju ke sana.
Tapi sekali lagi, kami melihat ini semua adalah peluang. Kita bisa lihat banyak developer besar yang mereka berangkat dari property sale yang besar, sehingga mereka susah payah mau mengembangkan produk.
Sedangkan kami kan justru berangkat dari bisnis pusat perbelanjaan dan perkantoran yang itu bisa jadi semacam antibodi atau vaksin kami sehari-hari, ketika harus struggle di bisnis property sale.
Di lain pihak, kami juga sudah punya skill di high rise building, sejak saat kami masih di (bisnis) perhotelan. Jadi, kami tidak khawatir.
Q: Anda terlihat sangat optimistis dalam memandang peluang bisnis ke depan. Satu pertanyaan terakhir, bagaimana Anda melihat peluang di tahun ini, mengingat banyak pihak menyebut perekonomian 2023 ini cukup suram dan bahkan filled with storms?
A: Ya, kita semua tahu bagaimana prediksi tentang gelapnya potensi ekonomi di tahun ini. Mulai dari kondisi geopolitik, krisis energi, krisis pangan sampai ke ancaman resesi. Tentu secara GCG (good corporate governance) kami harus melakukan antisipasi. How to organize a good preparation.
Namun kalau Anda bertanya soal pandangan kami, Saya pribadi meyakini bahwa kalau dibandingkan dengan apa yang telah kita alami di 2020, 2021 sampai 2022, yaitu saat pandemi, Saya rasa tidak akan ada masa-masa yang lebih buruk dari itu.
Kita tahu, rekor omicron itu betul-betul buruk. Kita pernah sampai rekor menyentuh 55.000 kasus per hari. Dengan kondisi masyarakat yang sedang dihantam badai pandemi sedahsyat itu, logikanya hampir mustahil bagi dunia industri untuk dapat terus bertahan.
Tapi, puji Tuhan, kita semua ini adalah alumni dari cobaan dan kondisi yang demikian gelap. Dan sekarang ketika ada yang bilang (tahun ini) bakal lebih gelap, dengan segala hormat, bukan kami tidak aware, tapi Saya pikir tidak ada yang lebih gelap dari saat-saat (pandemi) kemarin.
Rekor omicron itu betul-betul (buruk). Tapi faktanya kita bisa lewati (tantangan) itu, bisa keluar dari tekanan itu. Ini bukti bahwa pengusaha Indonesia itu tangguh. Kita semua ini alumni dari kondisi yang demikian gelap. Jadi kalau ada yang bilang tahun ini gelap, Saya pikir tidak ada yang lebih gelap dari saat-saat (pandemi) kemarin," tegas Anthony. (TSA)