IDXChannel - "There is no growth without change, no change without fear or loss and no loss without pain."
Kutipan ringkas itu lahir dari seorang penulis sekaligus pendeta asal Amerika Serikat, Richard Duane Warren, yang diklaim sebagai pendeta dengan jumlah jemaat terbanyak di dunia.
Menurut Warren, sebuah tantangan, hambatan dan rasa sakit merupakan hal tak terpisahkan dari kehidupan seseorang yang terus bertumbuh. Justru, tanpa adanya tantangan, kehidupan telah kehilangan hakikatnya yang paling mendasar; perubahan.
Konsep ini pula yang sepertinya dipahami dan diyakini betul oleh PT Indonesian Property Paradise Tbk (INPP) dalam menyikapi berbagai tantangan dan tekanan yang berpotensi terjadi di sepanjang tahun ini.
Sebuah simpulan yang kami dapatkan saat berkesempatan untuk berbincang 'serius tapi santai' bersama Chief Executive Officer (CEO) sekaligus Presiden Direktur INPP, Anthony Prabowo Susilo, di kantornya, di Bilangan Jakarta Selatan.
Berikut ini sebagian hal penting yang kami bahas dalam perbincangan tersebut.
Q: Sebelumnya kami ucapkan selamat atas kesuksesan INPP dalam membalikkan kondisi, dari semula merugi di 2021 menjadi positif, dengan torehan laba bersih sebesar Rp1,52 miliar di triwulan I-2022 lalu. Pertanyaan awal, bagaimana dengan kondisi 2023 ini?
A: Kondisi di 2023 kami yakin tidak jauh berbeda dengan 2022, dan bahkan lebih prospektif lagi. Peluang dan opportunity yang ada kami lihat sangat menjanjikan.
Untuk memaksimalkan potensi tersebut, kami sudah menganggarkan Capex (Capital Expenditure/dana belanja modal) sebesar Rp950 miliar. (Nilai) Itu hampir dua kali lipat dari anggaran Capex kami di 2022 yang sebesar Rp500 miliar.
Jadi kalau ditanya, seberapa optimistis kami memandang potensi 2023, ya kebijakan budgeting kami itu sudah dengan sendirinya menjawab pertanyaan itu.
Q: Anggaran sebesar itu disiapkan untuk apa saja? Apakah INPP di tahun ini memang bakal seekspansif itu, sehingga membutuhkan anggaran hingga dua kali lipat dari tahun lalu?
A: Ya, tentu saja (lebih ekspansif). Prinsip kami, selagi opportunity itu ada dan menurut kami cukup feaseable, cukup manage, manageble, risiko bisnisnya terukur dan secara keuntungan worth it untuk kita garap, ya why not?
Di tahun ini setidaknya INPP akan terlibat dalam pembangunan enam proyek baru, sembari tentunya menyelesaikan proyek-proyek kami sebelumnya yang telah berjalan. Ini akan kita kebut (pembangunan) untuk (proyek) yang baru-baru ini.
Kami ada (proyek) 23 Paskal Extension di Bandung, Antasari Place di Jakarta, dua proyek mixed use development di Semarang dan Makassar, dan ada juga proyek (pembangunan) Hyatt Place di Makassar. Lalu, kami juga sedang mereview proyek landed residential dan komersial di Balikpapan.
Progress di Antasari, progress pembangunan strukturalnya sudah mencapai 40 persen, sampai lantai 20. Kami targetkan di tahun ini proyek ini sudah bisa topping off.
Di (proyek) 23 Paskal Extension Bandung, kami ada penambahan empat lantai untuk hotel. Targetnya juga dapat segera rampung tahun ini juga. Lalu yang juga sudah ditunggu-tunggu ini adalah penyelesaian (proyek) Hyatt Place Makassar. Kami perkirakan sudah bisa sepenuhnya rampung di akhir tahun.
Dari (rencana) ini semua, kami berharap pendapatan perusahaan dapat tumbuh hingga 20 sampai 30 persen (dari realisasi 2022). Secara nominal tentu kami tidak bisa sampaikan karena menyalahi aturan, namun secara nominal kami yakin sudah pasti lebih dari Rp1 triliun.
Q: Anda terlihat sangat optimistis dalam memandang peluang bisnis ke depan. Bagaimana dengan prodiksi sejumlah pihak tentang perekonomian global, termasuk juga di Indonesia, yang diramalkan bakal cukup suram?
A: Ya kita semua tahu tentang prediksi itu. Tapi Saya pikir juga tidak semua pengamat atau pakar ekonomi memprediksi seburuk itu. Ada yang bilang ada potensi terjadinya resesi global, tapi ada juga yang yakin bahwa (gelombang resesi) itu nggak akan mampir ke Indonesia.
Dari INPP sendiri jujur kalau kita bicara tentang faktor eksternal, kita bisa lihat bahwa kondisi geopolitik saat ini memang terus memanas. Perang Rusia-Ukraina terus berjalan tanpa ada tanda-tanda bakal berdamai. Lalu resolusi China-Taiwan juga masih bermasalah.
Belum lagi kalau kita bicara soal krisis energi, lalu dampaknya ke inflasi dan berpengaruh juga ke tingkat suku bunga yang meningkat. Apakah semua ini berdampak ke industri properti, khususnya ke bisnis INPP? Ya jawabnya tentu saja berdampak.
Tapi kalau Saya pribadi melihat semua tantangan itu, yang siap menghadang kita di 2023, bila dibanding dengan tekanan yang kita semua hadapi di 2020, 2021 sampai ke 2022, Saya kok melihat belum ada apa-apanya.
Q: Kenapa Anda bisa memandang seperti itu? Apakah potensi tekanan di 2023 memang tidak sebesar itu, seperti yang Anda proyeksikan?
Tentu secara perusahaan, upaya mitigasi risiko tetap kami jalankan. Upaya antisipasi sudah kami siapkan dengan baik, sebagai bagian dari penerapan azas GCG (Good Corporate Governance) sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai perusahaan profesional dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun dengan segala hormat juga, bahwa bukan berarti kami meremehkan potensi (tantangan) di 2023, Tapi kita semua Saya yakin bisa bersaksi bahwa kondisi pandemi (COVID-19) kemarin itu benar-benar memukul semua sendi kehidupan. Tidak hanya ekonomi, tapi juga politik, budaya, sosial, semua kena. Di 2021 itu Saya baca rekor (kasus) omicron sempat menyentuh 55 ribu kasus.
Apa yang bisa kita harapkan di sektor bisnis kalau di masyarakatnya sudah sangat chaos seperti itu? Bagaimana kita bisa berharap ada sales ketika semua orang dipaksa berada di rumah untuk meminimalisasi risiko tertular? Bagaimana orang bisa berpikir beli rumah, investasi hunian, kalau untuk bertahan hidup saja sudah harus sedemikian struggle?
Dan Puji Tuhan, faktanya at the end kita semua bisa berhasil keluar dari kondisi yang demikian suram dan gelap itu. Itu semua tidak mudah, lho! Sama sekali tidak mudah. Dan kita semua itu 'alumni' dari kondisi yang sedemikian itu. Jadi ini bukti bahwa pengusaha-pengusaha kita itu, developer-developer kita itu, terbukti sangat tangguh karena tetap bisa bertahan dalam badai yang begitu dahsyatnya.
Q: Oke bahwa ketika melihat dari faktor eksternal, lalu juga daya beli masyarakat, bisa jadi kita bisa menggunakan kacamata optimistis seperti yang Anda sampaikan tadi. Tapi bagaimana dengan faktor-faktor lain, seperti misalnya fakta bahwa tahun ini kita juga sudah mulai memasuki tahun politik?
A: Nah inilah Saya melihat betapa uniknya di Indonesia, bahwa betapa pun external factor itu berjalan, kita buktinya masih bisa tetap bertahan. Sampai banyak negara-negara besar di Eropa, di Amerika itu sampai terheran-heran, dan melihatnya dengan luar biasa gitu, kok bisa ada negara dengan daya tahan seperti Indonesia ini.
Lalu kalau kita bicara tentang politik, Saya pikir semua negara juga mengalaminya. Mungkin Amerika saja yang sistemnya cukup unik. Tapi (negara) yang lain Saya pikir relatif sama. Kan tinggal siklusnya saja yang berapa tahun sekali, lalu momen (pemilihannya) itu bakal dilakukan kapan, apakah tahun ini, tahun depan atau gimana. Tapi intinya kan semua negara juga mengalaminya.
Dampak yang muncul tentu saja ada dan cukup berpengaruh. Misal saja ke tingkat suku bunga, lalu daya beli dan juga beberapa hal yang lain. Tetap akan berpengaruh. Namun Saya yakin bakal bisa termanaged dengan baik.
Mungkin secara opportunity tidak terlalu tinggi akibat (kenaikan) suku bunga. Tapi Saya rasa semua pengusaha akan bisa mengatasinya dengan baik. Selama tidak ada ketegangan, yang rusuh-rusuh, menurut pendapat Saya semua akan berakhir dengan baik.
Q: Pertimbangan apa yang membuat Anda demikian optimistis? Apakah memang ada kondisi-kondisi positif yang terjadi di market yang jadi pemicu, atau sekadar keyakinan bahwa bila pandemi saja mampu kita lewati, maka sekarang pun juga pasti bisa? Apakah semata hanya berdasar keyakinan saja?
A: Dua-duanya. Kalau bicara soal kondisi market, ada sejumlah hal yang harusnya bisa membuat kita bernafas lega. Apa itu? Kita bisa lihat bahwa di pusat-pusat perbelanjaan, di hotel, itu terlihat jelas bahwa masyarakat sudah tidak ragu lagi untuk melakukan spending. Ini jelas kabar bagus bagi industri seperti yang kami geluti.
Lalu juga soal hotel tadi, dulu Saya memprediksikan bahwa dibutuhkan waktu untuk secara volume akan bisa kembali seperti semula. Dengan spending yang ada tadi, Saya pribadi yakin (proses pemulihan) ini bakal berjalan dengan cukup cepat.
Tapi yang mungkin tidak banyak orang melihat, adalah selain secara okupansi juga membaik, di lain pihak secara harga kamar ini juga ada growth yang cukup mengagetkan, bahkan bagi kami yang sudah lama menjadi pelaku bisnis hotel.
Kita bisa lihat kemarin di berita bahwa harga kamar hotel di Singapura sudah mencapai rekor tertingginya. Ini juga sudah mulai terjadi di Indonesia lho. Ada peningkatan yang cukup pesat di pasar.
Dan yang patut dicatat adalah bahwa kondisi ini terjadi di saat turis-turis China belum masuk ke sini. Padahal kita tahu, kunjungan turis terbesar ke Indonesia itu dari China. Artinya, (pasar) yang jumbonya aja belum datang, tapi secara prize sudah bagus dan terus membaik. Apa lagi ketika (gelombang kunjungan) turis-turis China ini sudah dibuka? Bisa dibayangkan, kan (dampaknya)?
Sehingga kalau kita mengeluh soal tantangan, jangan juga dilupakan bahwa peluang yang tersedia juga sangat besar. Kita ini kan di pengusaha diajarkan untuk selalu berhitung soal untung-rugi.
Peluangnya seperti ini, tapi effort yang harus dikeluarkan harus sebesar ini. Kira-kira worth it nggak untuk kita garap? Kalau worth it, hitung-hitungannya masuk, ya ayo digarap. Kalau tidak (menguntungkan), ya jangan diambil. Its so simple.
Justru, yang kita patut heran, adalah ketika di pasar itu tidak ada tantangan sama sekali. Itu malah aneh, dan patut dicari tahu kenapa semua adem-ayem gini?
Ya sama seperti orang hidup lah, ketika tidak ketemu dengan tantangan, justru kualitas hidup kita dipertanyakan, karena justru dari tantangan-tantangan inilah yang membentuk kualitas dan kemampuan kita.
Pengusaha pasti tahu betul rumus iini. Tidak ada pengusaha yang sejak merintis sampai bisnisnya besar itu tidak ketemu tantangan, rintangan.
Justru (bisnis) yang besar itu biasanya yang sudah digembleng dengan tantangan yang demikian besar, yang tidak semua kita bisa menghadapinya. Tapi mereka bisa (menghadapinya). Itulah yang membuat mereka bisa jadi pengusaha besar.
Kalau (pengusaha) yang takut tantangan, biasanya (bisnisnya) ya gitu-gitu saja. Dia akan selalu takut melangkah, sehingga dia tidak akan ke mana-mana.
Yang penting tantangan itu dihadapi dengan pertimbangan dan perhitungan yang matang. Kalau pertimbangan dan persiapannya sudah matang, jangan takut. Hadapi saja, karena itulah proses yang akan membawa bisnis kita terus berkembang. (TSA)