ECONOMICS

APTI: 50 Persen Produksi Rokok di RI Tembakaunya Impor

Advenia Elisabeth/MPI 30/11/2022 13:38 WIB

Indonesia merupakan salah satu produsen rokok terbesar di dunia, namun ternyata sebagian besar produksinya masih mengandalkan tembakau impor.

APTI: 50 Persen Produksi Rokok di RI Tembakaunya Impor (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Indonesia merupakan salah satu produsen rokok terbesar di dunia, namun ternyata sebagian besar produksinya masih mengandalkan tembakau impor.

Hal tersebut seperti diungkapkan Wakil Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Setyawan. Ia mengungkapkan produksi rokok nasional separuhnya menggunakan tembakau impor. Jika terus dibiarkan, hal ini berbahaya bagi kelangsungan petani lokal.

Agus menilai, pada dasarnya APTI tidak melarang para produsen mengimpor tembakau. Hanya saja, ia meminta pemerintah untuk mengatur jumlah masuknya. 

"Kami dari APTI tidak melarang impor tembakau intinya apapun kita itu hidup di dunia global jadi kita saling mengisi. Tapi intinya kami memohon kepada pemerintah pusat untuk mengatur importasi tembakau di Indonesia. Karena dampak dari impor ini, sudah banyak daerah yang mengurangi penanaman tembakau di Indonesia," ujarnya dalam program Market Review IDX Channel, Rabu (30/11/2022).

Lebih lanjut Agus mengatakan, kebutuhan tembakau pada industri dalam negeri sebanyak 315 ribu ton per tahun. Namun, petani dalam negeri hanya mampu menghasilkan sebanyak 190 ribu ton tembakau per tahun. 

Melihat kondisi ini, ia mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk bisa melihat potensi-potensi lahan dari Aceh sampai Papua. Sebab menurutnya, lahan di sana bisa dioptimalkan melalui penelitian-penelitian yang sekiranya bisa menghasilkan varietas-varietas seperti di luar negeri. 

"Kebutuhannya 315 ribu ton per tahun untuk memenuhi industri sementara hasil produksi hanya 190 ribu ton per tahun. Jadi masih ada selisih 125 ribu ton," ungkap Agus. 

"Untuk memenuhi ini tidak bisa singkat karena ada musim tanam, musim panen, dan masa produksi. Di situlah fungsi Kementerian Pertanian untuk bisa melihat karakteristik tanah di luar negeri yang sekiranya beberapa varietas yang nggak bisa ditanam di Indonesia bisa dilakukan penelitian. Kita punya lahan luas dari Aceh sampai Papua. Ini sebenarnya tergantung bagaimana keberpihakan pemerintah terhadap industri hasil tembakau aja seperti apa," tandasnya. 

Terkait kualitas produksi rokok kretek, Agus menilai, lebih bagus bahan bakunya dari Indonesia. Bahwasannya dalam satu batang rokok itu memang harus dicampur dengan beberapa bahan varietas tembakau. 

"Urusan kualitas yang digunakan untuk produksi rokok kretek tidak ada duanya karena kalau melihat sejarah kan dulu Belanda yang mengenalkan tembakau Indonesia harusnya bisa lebih paham itu," terangnya. 

Dengan kondisi petani tembakau saat ini, Agus berharap pemerintah bisa lebih menaruh perhatian. Sebab, bagaimana pun juga, petani tembakau tetap warga negara Indonesia yang taat pajak, dan taat konstitusi. 

"Sejelek-jeleknya kami walaupun sering dituduh menjadi pembunuh massal tapi kami juga warga negara Indonesia. Dan kami hidup di sini juga taat bayar pajak, taat konstitusi, taat apapun itu. Jadi tolong perhatikan kami," ungkapnya. 

Terakhir, ia menyampaikan, terkait kebijakan, APTI meminta pemerintah untuk diikutsertakan dalam membuat formulasi kebijakan, sehingga keputusan itu tidak sepihak yang di mana pada ujungnya para petani dirugikan. 

"Jangan beralasan dengan mengakomodir kepentingan anti rokok. Jadi dengarlah kami, jangan sepihak. Bahwasanya negara butuh uang untuk bangun infrastruktur kami juga tahu. Ini duit nggak kecil ya ini tuh duit cukai. Tidak perlu bangun perusahaan negara juga sudah untung banyak," tutupnya. (RRD)

SHARE