ECONOMICS

Banyak Kasus Koperasi Gagal Bayar, Salah Siapa?

Ikhsan Permana SP/MPI 28/02/2023 18:45 WIB

Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) gagal bayar akhir-akhir ini banyak bermunculan, dana ratusan triliun anggota koperasi lenyap dan berujung tuntutan hukum.

Banyak Kasus Koperasi Gagal Bayar, Salah Siapa? (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) gagal bayar akhir-akhir ini banyak bermunculan, dana ratusan triliun anggota koperasi lenyap dan berujung tuntutan hukum. Lalu, fenomena ini siapa yang salah?

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menyalahkan Kementerian Koperasi dan UKM buntut banyaknya kasus Koperasi Simpan Pinjam yang gagal bayar. Menurutnya, KemenKopUKM selama ini selain melakukan pembiaran juga absen dalam upaya pencegahan. Ia juga menilai bahwa KemenKopUKM amburadul dalam penanganan masalah.

"Dari semua peristiwa yang terjadi sebetulnya pihak yang paling bertanggungjawab adalah Kemenkop dan UKM sebagai regulator," kata Suroto dalam keterangannya, Selasa (28/2/2023).

Menurutnya, koperasi gagal bayar disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya karena mismanajemen, korupsi manajemen, penyalahgunaan wewenang, atau faktor eksternalitas seperti kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang salah. Tapi pengaruh yang sangat besar sebetulnya justru berasal dari aspek regulasi dan kebijakan yang salah dari Pemerintah.

"Untuk kasus koperasi gagal bayar misalnya, Kemenkop dan UKM sebetulnya bisa mencegah dengan cara membentuk fasilitasi jaminan simpanan melalui Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) seperti yang diberikan pemerintah kepada bank. Tapi ini tidak dilakukan Kemenkop dan UKM," tandasnya.

Bahkan, lanjut Suroto, ketika ada peluang untuk memasukkan lembaga LPS bagi koperasi melalui penyusunan Undang-Undang Penguatan Dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang baru disahkan beberapa waktu yang lalu, hal itu tidak dilakukan oleh KemenKopUKM. Dia mengartikan bahwa kementerian yang dipimpin oleh Teten Masduki tersebut seperti melakukan kesengajaan. 

"Akibatnya simpanan anggota koperasi simpan pinjam sampai hari ini tidak ada jaminan keamanannya. Kelalaian ini sebabkan banyak anggota koperasi yang harus kehilangan tabungan atau investasinya di koperasi," tegasnya.

"Secara manajemen, tidak difasilitasinya koperasi dengan LPS akhirnya sebabkan KSP ciptakan produk dengan risiko yang tinggi dan otomatis tingkatkan ancaman gagal bayarnya makin tinggi. Apalagi ketika hadapi krisis ekonomi," sambungnya.

Suroto menambahkan, munculnya koperasi gagal bayar itu juga karena pengabaian KemenKopUKM yang sebenarnya memiliki kewenangan untuk membubarkan koperasi abal-abal, koperasi papan nama dan rentenir baju Koperasi. 

"Semua itu sudah di atur di UU, bahkan sudah ada PP dan Permennya. Kewenangan yang dimiliki oleh Menteri Koperasi dan UKM ini tidak dilaksanakan. Padahal kondisinya sudah akut karena dari 127 ribuan koperasi, menurut perkiraan 70 an persen dari koperasi yang ada," terangnya.

Namun, sudah dalam situasi parah pun KemenKopUKM menurutnya justru memperkeruh keadaan dan mendorong munculnya koperasi gagal bayar lebih banyak. 

"Kemenkop dan UKM secara sengaja melakukan ekspos besar besaran soal kasus KSP gagal bayar dan bukanya dilakukan penyelesaian agar uang anggota tetap dapat kembali atau bahkan koperasinya dipulihkan manajemennya kembali. Ini jelas memicu tidak percayaan pada KSP dan akhirnya ancaman koperasi gagal bayar semakin meluas," imbuhnya.  

Ditambahkan Suroto, saran atau rekomendasi Satuan Tugas (Satgas) KemenKopUKM dalam penyelesaian masalah KSP gagal bayar melalui mekanisme pengadilan juga menambah masalah menjadi banyak rugikan anggota koperasi. 

"Koperasi semakin tambah terpuruk citranya oleh ulah Kemenkop dan UKM. Di tengah masalah yang dihadapi tersebut Kemenkop justru keluarkan kebijakan yang sembrono. Dilakukan moraturium izin baru dan pembukaan cabang bagi KSP yang dampaknya menghambat perkembangan bagi seluruh koperasi yang baik," ucap Suroto.

Suroto menyebut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki selama ini juga ternyata tidak mampu melindungi kepentingan koperasi dengan membiarkan kebijakan diskriminatif terhadap koperasi dan justru membuat lembaga keuangan koperasi semakin terpuruk. 

"Sebut saja misalnya dengan ikut dorong pemberian subsidi besar besaran kepada bank dalam kredit program Kredit Usaha Rakyat ( KUR) untuk bank,” pungkas Suroto. (RRD)

SHARE