ECONOMICS

BI Sebut Ekonomi Dunia Menuju Stagflasi, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Michelle Natalia 10/08/2022 15:40 WIB

Gubernur BI Perry Warjiyo menyoroti gejolak dunia yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi. Hal itu pun bakal berdampak pada ekonomi global hingga Indonesia.

BI Sebut Ekonomi Dunia Menuju Stagflasi, Bagaimana Dampaknya ke RI?. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti gejolak dunia yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi. Hal itu pun bakal berdampak pada ekonomi global hingga Indonesia. 

Dia pun mengingatkan adanya risiko stagflasi dan resesi di berbagai negara. "Dunia saat ini sedang bergejolak, ekonomi dunia pun sedang menurun menuju stagflasi atau resesi di berbagai negara," ujar Perry dalam acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) secara virtual, Rabu(10/8/2022). 

Bahkan, dia mencatat harga-harga komoditas sangat tinggi, seperti harga minyak menyentuh USD101 per barel. Selain itu, harga pangan juga ikut melesat di seluruh dunia. Di sisi lain, terdapat kenaikan suku bunga di berbagai negara maju yang naik sangat tinggi.

"Belum lagi masalah geopolitik, perang Rusia-Ukraina, dimana kedua negara tersebut adalah pemasok 20% energi dan pangan global. Itulah kenapa harga pangan dan energi global naik tinggi, inilah yang kita hadapi, dunia sedang bergejolak," tegas Perry.

Tidak ada serangan langsung terhadap Indonesia. Tetapi Indonesia terkena dampaknya seperti halnya pada saat kemerdekaan, di mana ada serangan yang berdampak pada upaya pemerintah melindungi diri dan melanggengkan kemerdekaan. 

"Inilah semangat proklamasi yang harus kita gerakkan pada tahun ini. Itulah kenapa, GNPIP ini sangat penting supaya Indonesia terus melaju mengembangkan ekonomi menuju Indonesia Maju, harga-harga pangan terkendali, dan rakyat sejahtera. Ini sangat penting," ungkap Perry. 

Dalam kesempatan ini, dia sangat berterima kasih dan memberikan apresiasinya kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai pelopor gerakan ini. 

"Alhamdulillah sinergi pemerintah dengan BI, berbagai lembaga, dan pemerintah daerah sangat baik sehingga ekonomi kita bisa tumbuh sangat tinggi 5,44%, tapi ini belum pulih. Karena rakyat baru mulai bisa makan enak setelah Ramadhan kemarin, sebelumnya belum bisa makan enak karena ada pandemi Covid-19," ungkap Perry.

Dia mengatakan angka 5,44% tersebut patut disyukuri, apalagi raksasa ekonomi dunia seperti China tahun ini hanya tumbuh 3,3%. Negara-negara lain pun tumbuhnya lebih rendah.

"Yang menjadi masalah adalah inflasi. Inflasi kita sudah hampir mencapai 5%, masih lebih rendah dari negara lain tadi, tapi kalau kita lihat, inflasi paling tinggi jika dipecah adalah dari inflasi pangan, 10,47%," ungkapnya.

Dia menyebutkan, seharusnya angka inflasi pangan tidak boleh lebih dari 5%, atau paling tinggi 6%. 

"Ingat, inflasi pangan itu adalah masalah perut, masalah rakyat. Ini bukan masalah ekonomi saja, tapi masalah sosial dan masalah bagaimana nanti seterusnya jangan sampai ada masalah politik. Jadi mohon inflasi ini, layaknya kita menjaga kemerdekaan, jangan sampai daya beli masyarakat itu turun karena inflasinya, kita harus turunkan paling tidak, jadi 5%," ujar Perry.

(FRI)

SHARE