ECONOMICS

BPS: Penurunan Kemisikinan di DIY Paling Cepat se-Jawa

Erfan Erlin 21/02/2023 19:22 WIB

BPS mencatat walau angka kemiskinan ekstrem di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) paling tinggi di Pulau Jawa.

BPS: Penurunan Kemisikinan di DIY Paling Cepat se-Jawa (FOTO: Ilustrasi/MNC Media)

IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat walau angka kemiskinan ekstrem di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) paling tinggi di Pulau Jawa, namun laju penurunan kemiskinan di DIY juga paling cepat se-Jawa.

Kepala Kantor BPS DIY, Sugeng Ariyanto mengaku tidak kaget mengapa kemiskinan di DIY menjadi tertinggi di Pulau Jawa. Karena dalam 10 tahun terakhir memang selalu demikian.

Menurut Sugeng, berdasarkan fakta jika September 2022 lalu angka kemiskinan di DIY sebesar 11,49 persen sementara di Indonesia sekira  9,57 persen. Kemudian Jawa Tengah 10,98 persen  dan Jawa Timur 10,49 persen. Angka ini kemudian tiba-tiba viral dibungkus dengan kata-kata DIY sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa.

"Padahal tidak seharusnya seperti itu. Tidak bisa satu indikator menjadi seperti itu, dan kami sampaikan tidak seperti itu," ungkap Sugeng dalam diskusi 'Revitalisasi Peran Industri Dalam Pengentasan Kemiskinan DIY' di Jogja Expo Center, Selasa (21/2/2023).

Pihaknya kemudian berusaha mensejajarkan data dalam 10 tahun terakhir yaitu mulai dari 2012 sampai 2022. Memang sejak 10 tahun yang lalu,  persentase angka kemiskinan di Pulau Jawa memang yang tertinggi itu ada di DIY.

DIY jika dibandingkan dengan daerah lain, angka konsumsi di DIY semakin sedikit artinya semakin irit. Jika dibandingkan dengan Jawa Tengah selisihnya hanya 0,5 persen dengan Jawa Timur hanya 1 persen. Artinya dalam 10 tahun terakhir kalau diibaratkan balapan mobil maka posisinya DIY masih di belakang namun semakin mendekati Jawa Tengah karena perjalanan DIY lebih cepat 

"Ketika Jawa Barat dan daerah lain, DIY turun semakin cepat dibanding dengan daerah lain," tambahnya.

Selama 10 tahun ini, pergerakan Pengurangan angka kemiskinan DIY paling cepat dengan daerah lain di Pulau Jawa. Bahkan setelah Covid19, angka kemiskinan DIY sudah lebih baik dibanding sebelum pandemi sementara provinsi lain belum kembali seperti sebelum covid19.

"Yang lain sebenarnya juga turun tetapi belum seperti sebelum pandemi. Kalau kita sudah lebih baik dibanding sebelum pandemi," ujar dia.

"Ini menjadi modal untuk menjaga optimisme DIY," terang Sugeng.

Padahal 10 tahun lalu selisihnya bisa mencapai 2 hingga 3 persen. Ia lantas menganalogikan pengentasan kemiskinan layaknya konvoi. Di mana DIY itu sudah mepet dengan daerah lain, artinya bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan mendahului daerah lain.

"Kita bisa menyalip daerah lain, dengan catatan kalau ini on the track kemudian kita akselerasi dan semua pihak yang terlibat itu bisa bersama-sama menyatukan visi strateginya sama ya  sangat Mungkin kita bisa jauh lebih baik," tambahnya.

Sugeng mengaku tidak bisa menyebut secara detail kantong kemiskinan itu di mana saja. Namun  pemda sudah mengidentifikasi dari 15 kecamatannya yang merupakan wilayah dengan kantong kemiskinan terbanyak.

Namun secara makro,  sebetulnya DIY sudah lebih diuntungkan dengan adanya posisi selatan utara. Di mana kabupaten di selatan itu memang dalam banyak aspek lebih tepat untuk dijadikan sasaran utama banyak program. misalnya karena memang tingkat kemiskinannya sudah dibawa 10 persen-nya yaitu sekira 7,6 persen, maka pemerintah tinggal menjaga saja.

Dan ini juga sangat sejalan dengan visi misi Gubernur DIY, Sri Sultan HB X untuk mulai fokus ke wilayah Selatan. Dan dia mengatakan jika hal tersebut sudah pada treknya. Sehingga tinggal bagaimana pemerintah memadukan semua sumber untuk pengurangan angka kemiskinan ini.

Dia mengakui jika angka kemiskinan dihitung hanya dari sisi konsumsi saja. Namun jika berbicara pengeluaran, sebenarnya 3 kelompok pengeluaran. Yaitu pengeluaran yang dikonsumsi, pengeluaran yang untuk investasi dan tabungan serta pengeluaran yang diberikan kepada pihak lain.

"Nah kita itu memang hanya pengeluaran yang dikonsumsi," ungkapnya.

Sebetulnya kemiskinan memang fenomena multidimensi sehingga tidak cukup hanya bicara dari satu aspek saja. Sehingga walaupun kemiskinannya belum berkurang tetapi DIY itu sudah semakin membaik kesejahteraannya. Meskipun kesejahteraannya sudah membaik tetapi masih miskin.

Kepala Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Dr Pande Made Kutanegara mengatakan berbicara soal kemiskinan memang harus melihat dari berbagai kacamata. DIY memang memiliki karakteristik yang unik maka perlu adanya kebijakan khusus untuk DIY.

"Perlu adanya kebijakan lokal untuk angka kemiskinan itu sendiri," pungkasnya. (RRD)

SHARE