Bukan Batas Usia, Ini Masalah Krusial Ketenagakerjaan Yang Harus Segera Dibenahi
ada sejumlah bidang pekerjaan yang membutuhkan kesiapan dan kesehatan fisik yang prima, yang harus diakui cukup berkolerasi dengan rentang usia tertentu.
IDXChannel - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terus mematangkan rencana penghapusan batasan usia dalam syarat lowongan kerja di Indonesia.
Rencana tersebut pun mendapat respons dari kalangan pengusaha, yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Menurut Apindo, persoalan batasan usia hanya merupakan persoalan turunan dari masalah yang lebih besar dan krusial, yang harusnya lebih mendesak untuk dicarikan solusinya oleh pemerintah.
"Misalnya saja lowongan yang tersedia 10, lalu pelamarnya 1.000 orang, masak harus semuanya dites? Kalau gitu kan biaya juga. Karena itu, perusahaan perlu lakukan screening. Sehingga batas usia itu bagian dari upaya screening itu," ujar Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, dalam keterangan resminya, pekan lalu.
Terlebih, menurut Bob, memang ada sejumlah bidang pekerjaan yang membutuhkan kesiapan dan kesehatan fisik yang prima, yang harus diakui cukup berkolerasi dengan rentang usia tertentu.
Sehingga jika harus mengurai masalah ketenagakerjaan tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah dengan memperbanyak lowongan pekerjaan yang tersedia, dan bukan malah berfokus pada batasa usia semata.
Bob mencontohkan kondisi ketenagakerjaan di Malaysia, di mana jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia relatif cukup banyak dibanding calon tenaga kerja yang ada.
"Kalau di Malaysia, justru pencari kerja yang menginterview kita (perusahaan), bisa bayar gaji berapa, dapat fasilitas apa saja dan sebagainya. Jadi memang, sekali lagi, yang perlu (dilakukan) adalah lowongan pekerjaannya yang diperbanyak," ujar Bob.
Sementara, Bob juga menyoroti fenomena jumlah para pencari kerja di Indonesia yang pertumbuhannya cukup progresif, sedangkan secara kualitas dan kapabilitas kerja relatif masih 'jalan di tempat', setidaknya dalam 10 tahun terakhir.
Kondisi ini, dikatakan Bob, mau tidak mau pada akhirnya turut berpengaruh terhadap standar kesejahteraan buruh secara keseluruhan.
Karenanya, Bob pun mendorong pemerintah agar ke depan dapat memberikan reskilling pada tenaga kerja yang telah bekerja sekian lama, sehingga berpeluang mendapatkan income yang lebih bagus.
"Jadi peningkatan kesejahteraan (pekerja) itu bukan dari peningkatan upah minimum, tapi dengan skill yang masih jalan di tempat. Bukan begitu. Peningkatan (kesejahteraan) itu ya dari reskilling, dan itu jelas butuh dana dari pemerintah," ujar Bob.
(taufan sukma)