ECONOMICS

Buruh Korban PHK Keluhkan Pesangon Belum Terbayar, Begini Dalih Pengusaha Tekstil

Muhammad Farhan 18/06/2024 21:07 WIB

produk impor pakaian jadi yang tidak tercatat menyebabkan sulitnya pelacakan sehingga diragukan apakah mengikuti regulasi impor produk TPT.

Buruh Korban PHK Keluhkan Pesangon Belum Terbayar, Begini Dalih Pengusaha Tekstil (foto: MNC media)

IDXChannel - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) angkat bicara terkait keluhan Asosiasi Buruh tentang belum tuntasnya pembayaran pesangon karyawan, imbas dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan sejak akhir 2023 lalu.

Saat itu, sedikitnya 10 perusahaan tekstil lokal terpaksa harus melakukan PHK terhadap 13.800 karyawan demi efisiensi, seiring menurunnya permintaan pasar, yang berujung pada memburuknya keuangan perusahaan.

Menjawab keluhan tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), David Leonardi, menyebut bahwa kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini tengah mengalami penurunan penjualan yang cukup signifikan.

Hal tersebut merupakan imbas dari maraknya gempuran produk impor pakaian jadi asal China, selepas relaksasi impor berdasarkan Permendag Nomor 8 Tahun 20024.

Akibat harga yang tidak bersaing, perusahaan-perusahaan tekstil pun mengalami persoalan keuangan, berupa tidak tertutupinya beban pengeluaran fix cost yang dikeluarkan setiap bulannya.

"Industri TPT kan memiliki fix cost setiap bulannya, berupa upah, listrik, energi dan lainnya. Jika industri TPT tidak memiliki order, otomatis perusahaan tidak akan dapat pemasukan dana," ujar David, dalam keterangan resminya, Selasa (18/6/2024). 

Dengan tidak adanya pemasukan yang didapat, menurut David, hal tersebut memaksa perusahaan-perusahaan tekstil untuk melakukan efisiensi dan pengiritan. Termasuk di antaranya dengan tidak terbayarnya tagihan pesangon yang harusnya dibayarkan kepada karyawan korban PHK.

"Sehingga, perusahaan yang cash flownya sudah tidak kuat, otomatis mereka tidak akan sanggup untuk membayar pesangon karyawannya," keluh David.

Lebih lanjut, David menuturkan gempuran produk impor yang menguasai pasar tekstil lokal Indonesia, diperparah dengan kurang kuatnya regulasi pemerintah dalam melindungi pasar tekstil domestik.

"Kondisi pasar saat ini kurang dilindungi regulasi yang menyebabkan banyak produk dengan harga lebih murah dapat masuk ke Indonesia," tutur David. 

David mengungkapkan berdasarkan data impor di sektor TPT, tercatat produk yang paling banyak diimpor adalah sektor produk kain, serat dan yang terbesar adalah sektor pakaian jadi yang tidak tercatat.

"Berdasarkan data impor tercatat, sektor produk TPT yang paling besar diimpor adalah sektor produk kain sebesar 39,64 persen, diikuti sektor serat sebesar 32,4 persen. Namun, terdapat impor yang tidak tercatat pada sektor pakaian jadi," ungkap David.

David melanjutkan, impor tidak tercatat tersebut yang menyebabkan banyaknya industri TPT yang mengalami penurunan penjualan hingga berujung pada gulung tikar dan PHK massal.

David mengatakan produk impor pakaian jadi yang tidak tercatat itu menyebabkan sulitnya pelacakan sehingga diragukan apakah mengikuti regulasi impor produk TPT.

"Impor tidak tercatat menjadi faktor lainnya yang menyebabkan terjadi PHK di industri TPT. Impor tidak tercatat tersebut tidak dapat dilacak sehingga tidak jelas apakah produk tersebut sudah mengikuti peraturan impor produk TPT," kata David. 

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja industri TPT ini memang tak dapat dielakkan.

Namun demikian, PHK massal tersebut masih menyisakan permasalahan pesangon bagi belasan ribu pekerja yang dirumahkan tersebut.

"Pesangon karyawan TPT yang di-PHK ini masih ada yang belum jelas. Meski sebagian perusahaan masih tahap negosiasi, tetapi masih ada perusahaan yang belum jelas penyelesaiannya," ujar Ristadi, dalam kesempatan terpisah.

Ristadi mengatakan, situasi tersebut diperolehnya berdasarkan informasi dari pekerja-pekerja Industri TPT yang tergabung dalam KSPN. Menurut Ristadi, ada salah satu perusahaan TPT, yang tidak bisa dia sebutkan namanya, yang manajemennya belum mengungkapkan negosiasi uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK tersebut.

"Ketidakjelasan pesangon ini maksudnya manajemen perusahaannya itu belum bunyi sama sekali soal kesanggupan pesangon karyawannya. Jadi belum jelas. Sampai sekarang masih banyak teman-teman pekerja perusahaan TPT yang masih belum jelas uang pesangonnya. Belum cair lah begitu," tutur Ristadi.

Di sisi lain, Ristadi mengatakan sejumlah perusahaan TPT yang melakukan negosiasi atas pesangon tersebut. Ristadi mencontohkan perusahaan tekstil, PT Sai Apparel asal Semarang, Jawa Tengah, sudah berhasil merampungkan negosiasi pesangon karyawannya. (TSA)

SHARE